Monday 27 October 2014

MUHADI SETIABUDI (PO.DEDY JAYA)




ULASAN TENTANG MUHADI SETIABUDI(PO.DEDY JAYA)

Pria kelahiran Maret 1961 di Desa Cimohong Bulakamba Brebes, pendidikan hanya Madrasah Tsanawiyah (SMP), nikah di usia muda (19) dengan Atik Sri Subekti.
·         Ayahandanya hanya seorang petani desa yang tidak tau baca tulis
·         Muhadi juga tidak menonjol ketika sekolah
·         Sekolah di pesantren cirebon
·         Menikah di umur 19 th pada tahun 1981
·         Iya bukan termasuk orang yang neko-neko
·         Selalu menabung untuk persiapan masa depan
·         Termasuk orang yang taat beragama di kenal oleh kalangan masyarakat yang melihat
·         Ia belajar dengan orang –orang sukses seperti bos pemborong bangunan
·         Setelah sukses pada satu bidang dia mencoba membuka bidang usaha lain
·         Prinsip muhadi : masalah nasib belakangan yang penting kerja keras terlebih dahulu
·         Ia mengakui hutang bank cukup besar namun dia tidak malu karena katanya dia akan malu kalau tidak mampu membayarnya
·         Ia bukan termasuk orang yang suka pamer, terbukti dari kantornya yang kecil dan menempel di samping rumahnya
·         Dalam setiap usaha yang ia bangun, ia selalu menerapkan sistem pelayanan yang baik, ramah dan komunikatif.
·         Sistem usaha hampir seperti pedagang cina, keuntungannya untuk modal lagi dan sebagian kecil untuk kebutuhan hidup namun pada informasi tidak terlihat bahwa usaha muhadi menjadi karena hobi seperti orang cina



Mulai usaha:
·         Membantu ayahnya di sawah
·         Penjual es lilin
·         Penjual minyak keliling
·         Kondektur bus
setelah menikah dia berganti profesi
a)      Dengan modal 50 ribu iya berjualan bambu lalu untung besar karena sering di borong oleh pemborong bangunan
b)      Setelah itu ia punya pemikiran bahwa para pemborong bukan hanya butuh bambu tapi butuh bahan bangunan lain juga maka ia pun mulai merambah membangun toko bangunan
c)      Setelah toko bangunannya laris manis dan menjadi mesin pencetak uang baginya, setelah 7 tahun berjalan tokonya ia sudah bisa membeli bus dan mendirikan PO. BUS DEDY JAYA. Dedy jaya di ambil dari nama anaknya dedion supriyono. Sekarang busnya mencapai ratusan unit
d)      Setelah semua berjalan lancar muhadi mulai menginvestasikannya melalui toko emas dan bisnis perkayuan di tegal
e)      Selanjutnya iya berfikir untuk membuka pusat perbelanjaan di daerah tegal dengan anggapan untuk membuka lowongan kerja bagi masyarakat. Pada tahun 1998 pun pusat perbelanjaan ini telah berdiri dan mulai tenar.
f)       Semua usahanya berjalan lancar dan iya pun mulai berfikir membangun usaha hotel di daerah tegal dan brebes, itupun terwujud dibangun
g)      Lalu membangun universitas muhadi setiabudi
h)     Membuat komplek perumahan dedy jaya
i)        Dan mempunyai SPBU juga di kabarkan









  
Usaha yang gagal :
Tidak semua usaha muhadi mencapai goal, bahkan usaha yang gagal ini sampai sampai hampir menyeret semua hasil dan aset usaha lainnya. Contoh usaha yang gagalnya adalah:
a)      Bioskop dedy jaya, ini awalnya sukses namun karena maraknya vcd bajakan bioskopnya pun bangkrut dan hampir menyeret aset lainnya
b)      Usaha kapal ikan,Muhadi juga pernah menjajal bisnis kapal ikan. Di bisnis ini persaingannya sangat ketat  dan ketika itu bertepatan dengan krismon tahun 98. Sebenarnya saat itu bisnisnya baru berkembang dan sedang butuh modal banyak namun karena krismon dan suku bunga naik terus membuat bank tak ada yang sanggup mengucurkan modal besar. "Berat sekali waktu itu. Ternyata lebih mudah merintis ketimbang mempertahankan usaha yang sudah ada," kenang Muhadi.



CONTOH SKRIPSI


PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Pada dasarnya pembangunan adalah proses perubahan yang terus menerus menuju kemajuan (progress) yang lebih baik. Pembangunan dengan mengikutsertakan faktor sosial kemasyarakatan akan menjadi faktor penarik (pull) dan pendorong (push). Keberlanjutan (continuity) dan keberlangsungan (sustainability) pembangunan akan terganggu apabila faktor kemasyarakatan kurang serius mendapatkan perhatian. Akibat yang ditimbulkan adalah terjadinya gejolak sosial dan pelbagai gerakan atau perubahan struktur masyarakat serta mobilitas sosial yang bergerak berubah mengikuti perubahan zaman.
Tujuan pembangunan didefinisikan sebagai pembentukan sistem sosial baru yang berwajah manusiawi dan harmonisasi antara pertumbuhan ekonomi dan pelestarian lingkungan. Tujuan ini diwujudkan dalam bentuk upaya pemenuhan kebutuhan dasar untuk melanjutkan hidup, kelestarian lingkungan hidup dan sumber daya alam, serta menciptakan struktur komunitas yang manusiawi, yang dilakukan melalui pengembangan dan popularisasi teknologi tepat guna, pembangkitan kesadaran warga, dan penguatan organisasi masyarakat, pemberdayaan ekonomi lokal secara berlanjut serta reformasi struktur sosial dan politik (Amien, 2005).
Agenda pembangunan adalah pengentasan kemiskinan, yang merupakan prioritas pembangunan dan telah dilaksanakan dalam kurun waktu yang panjang dengan dana yang besar. Namun kemiskinan masih menjadi masalah utama pembangunan. Menurut laporan pencapian Millenium Development Goals (MDG’s) Indonesia Tahun 2007, penduduk miskin Indonesia tahun 1976 sebesar 40,1%, kemudian tahun 1996 menjadi 11,3%. Akibat terjadi krisis ekonomi tahun 1997-1998 penduduk miskin kembali naik menjadi 24,2 % pada tahun 1998. Jumlah tersebut berangsur turun menjadi 15,97% pada tahun 2005, akan tetapi kembali meningkat di tahun berikutnya menjadi 17,75% pada tahun 2006 dan 16,58% pada tahun 2007 atau sekitar 37,17 juta jiwa. Jika mengacu pada pencapaian MDG’s yaitu menurunkan setengah jumlah penduduk yang memiliki penghasilan dibawah US$ 1 per hari, pada tahun 2015 penduduk miskin berkisar 7,5%-12%. Namun jika menggunakan indikator garis kemiskinan nasional dan mengadopsi indikator beberapa negara yaitu US$ 2 per hari, saat ini ada lebih dari 41% penduduk tergolong miskin. Berdasarkan data pada RPJPD Jateng 2005–2025 jumlah penduduk miskin Jawa Tengah pada tahun 2006 sebesar 3,17 juta kepala keluarga atau 30% dari penduduk Jawa Tengah. Berdasarkan data Tim Nasional PNPM Mandiri, pada tahun 2007 jumlah keluarga miskin di Jawa Tengah sebanyak 4,4 juta kepala keluarga atau sebesar 52,91% dari seluruh penduduk. Kondisi ini masih jauh dari harapan, selama ini dana yang besar dan dikelola secara sektoral terbukti tidak cukup ampuh menanggulangi kemiskinan (Sofianto dkk, 2009).
Kemiskinan dan pengangguran merupakan salah bentuk persoalan masyarakat yang disebabkan akibat terjadinya ketidakseimbangan antara pertumbuhan penduduk, keterbatasan ketersediaan lapangan kerja, kebutuhan akan cara kerja yang professional serta pelbagai tekanan yang ditimbulkan. Disamping itu faktor keterbatasan terhadap akses informasi, akses perbankan, akses mendapatkan sumber-sumber pendapatan juga menjadi penyebab utama kemiskinan.
Harapan peningkatkan efektivitas penanggulangan kemiskinan dan penciptaan lapangan kerja di Jawa Tengah muncul kembali seiring  peluncuran Program Nasional  Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri oleh Pemerintah mulai tahun 2007. Melalui PNPM Mandiri ini dirumuskan kembali mekanisme penanggulangan kemiskinan yang melibatkan unsur masyarakat, mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, hingga pemantauan dan evaluasi. Melalui proses pembangunan partisipatif, kesadaran kritis dan kemandirian masyarakat, terutama masyarakat miskin, dapat ditumbuhkembangkan sehingga mereka diharapkan bukan sebagai obyek melainkan subyek upaya penanggulangan kemiskinan (Pedoman Umum PNPM, 2007).
Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri terdiri dari PNPM Mandiri Perdesaan, PNPM Mandiri Perkotaan, Program Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal dan Khusus (P2DTK), dan Pengembangan Infrastruktur Sosial Ekonomi Wilayah (PISEW). PNPM Mandiri Perdesaan (PNPM-MD) tergolong strategis karena mencakup sebagian besar daerah dan penduduk Indonesia. PNPM Mandiri Perdesaan merupakan pengembangan dari Program Pengembangan Kecamatan (PPK) yang telah dilaksanakan sejak tahun 1998. Meskipun PNPM Mandiri Pedesaan mempunyai desain pemberdayaan dan konsep partisipasi masyarakat yang berbeda dibandingkan dengan konsep pemberdayaan yang telah ada, namun potensi mengakibatkan dominasi struktur baru dan melemahkan struktur yang lain apabila tidak memiliki  koherensi desain dengan struktur dan kapasitas kelembagaan yang telah ada terkait dengan upaya penanggulangan kemiskinan di pedesaan tetaplah ada.
Kecamatan Sragi dinilai layak mendapatkan alokasi dana PNPM MD karena tingkat kemiskinan yang masih tinggi. Selama kurun waktu 5 tahun  dari tahun 2007 sampai tahun 2011 Kecamatan Sragi telah mendapatkan alokasi dana PNPM MD. Dengan dikucurkannya dana PNPM MD di Kecamatan Sragi diharapkan dapat menekan angka kemiskinan di Kecamatan Sragi.
Berikut ini untuk memperjelas jumlah kemiskinan di Kecamatan Sragi dapat dilihat tabel data penduduk miskin di Kecamatan Sragi.
Tabel Data Penduduk Miskin di Kecamatan Sragi  TAHUN….
Kabupaten Pekalongan

No
Nama desa
JUMLAH RUMAH TANGGA MISKIN
Versi BKKBN
Versi BPS
Versi Partisipatif PNPM
1
Kelurahan Sragi
588
551
250
2
Tegalontar
539
390
660
3
Purwodadi
303
348
236
4
Kedungjaran
181
412
369
5
Klunjukan
274
289
273
6
Sijeruk
265
669
235
7
Tegalsuruh
306
670
275
8
Bulakpelem
429
450
907
9
Gebangkerep
335
535
512
10
Purworejo
271
299
930
11
Kalijambe
312
295
305
12
Sumub Kidul
226
465
211
13
Sumub Lor
536
606
367
14
Bulaksari
321
220
224
15
Krasak Ageng
536
210
737
16
Ketanon Ageng
228
252
260
17
Mrican
97
229
219

JUMLAH
5.747
6.890
6.970
Sumber:….
Dari uraian data tersebut maka sudah dapat disimpulkan bahwa penduduk kecamatan Sragi masih termasuk dalam kategori penduduk miskin. Oleh karena itu diperlukan kerjasama dari pemerintah pusat maupun daerah dan partisipasi atau peran serta masyarakat untuk meningkatkan taraf hidup penduduk masyarakat Sragi melalui program PNPM MD. Namun demikian pengelolaan PNMP MD di kecamatan Sragi masih dihadapkan pada masalah rendahnya swadaya masyarakat. Indikasinya terlihat dari rendahnya tingkat keaktifan masyarakat dalam rapat-rapat PNMP MD, rendahnya nomimal swadaya uang dari masyarakat sebagai syarat mendapat bantuan PNPM MD, rendahnya partisipasi masyarakat untuk merawat (memelihara) hasil bantuan PNPM MD dan sebagainya.
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka peneliti tertarik melakukan penelitian dengan judul “Analisis Peran Swadaya Masyarakat dalam Keberhasilan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Pedesaan (PNPM MD) di Kecamatan Sragi Kabupaten Pekalongan”

B.     Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.      Tujuan Penelitian
a.       Menganalisis peran swadaya masyarakat dalam pelaksanaan PNPM MD di Kecamatan Sragi Kabupaten Pekalongan.
b.      Menganalisis pelaksanaan program nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Pedesaan (PNPM MD) di Kecamatan Sragi Kabupaten Pekalongan.
c.       Menganalisis pengaruh peran swadaya masyarakat terhadap pelaksanaan program nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Pedesaan (PNPM MD) di Kecamatan Sragi Kabupaten Pekalongan.
2.      Manfaat Penelitian
a.       Bagi Peneliti
Penelitian ini memberikan manfaat bagi peneliti dalam mengaplikasikan ilmu pemerintahan dan metodologi penelitian.
b.      Bagi Masyarakat
Penelitian ini dapat menambah wawasan masyarakat pedesaan mengenai swadaya masyarakat dan pelaksanaan program nasional pemberdayaan masyarakat pedesaan (PNPM MD).
c.       Bagi Pemerintah Desa
Hasil penelitian ini dapat memotivasi pemerintah desa dalam menggali dan meningkatkan swadaya masyarakat desa dalam upaya menumbuhkan kemampuan desa dalam memanfaatkan sumber daya yang dimiliki.



C.    Ruang Lingkup Permasalahan
1.      Pokok Permasalahan
Pokok permasalahan yang dirumuskan dalam penelitian ini sebagai berikut:
a.       Bagaimanakah peran swadaya masyarakat dalam pelaksanaan PNPM MD di Kecamatan Sragi Kabupaten Pekalongan?
b.      Bagaimanakah pelaksanaan program nasional pemberdayaan masyarakat pedesaan (PNPM MD)di Kecamatan Sragi  Kabupaten Pekalongan
c.       Bagaimanakah pengaruh peran swadaya masyarakat terhadap pelaksanaan program nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Pedesaan (PNPM MD) di Kecamatan Sragi Kabupaten Pekalongan
2.      Obyek Permasalahan
a.       Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sragi Kabupaten Pekalongan.
b.      Responden
Responden dalam penelitian ini yaitu camat, perangkat desa, tokoh masyarakat, perangkat desa, pengurus BPD, petugas PNPM MD serta masyarakat di Kecamatan Sragi Kabupaten Pekalongan




D.    Kerangka Dasar Teori
1.      Teori Peran dan Partisipasi
Peran adalah aspek dinamis kedudukan (status) atau penggunaan hak-hak dan kewajiban, atau dapat juga disebut status subjektif (Soekanto, 2007).
Menurut Bryants dan White Colorodow (dalam Friedman, 2002) menyatakan bahwa di negara-negara dunia ketiga (termasuk Indonesia) partisipasi masyarakat dalam pembangunan sangat diperlukan, sehingga masyarakat itu sendiri dapat mempengaruhi atau menentukan masa depannya, maka masyarakat harus dianggap sebagai potensi pembangunan yang harus dibina, dipupuk dan ditingkatkan pengetahuan dan kemampuannya sehingga mau, mampu dan sadar dalam kedudukannya sebagai pelaku atau subjek pembangunan.
Dalam hubungan dengan hal tersebut Friedman juga menyatakan bahwa dengan keterlibatan masyarakat/partisipasi masyarakat di dalam proses pembangunan juga mengandung makna pemberdayaan masyarakat dan sangat erat kaitannya dengan pemantapan pembudayaan dan pengalaman demokrasi, atau “the empowerment approach, which is fundamental to an alternative development, please the emphasis an auotonomy in the decision making of territorially organized communities, local self-reliance (but not antrachy), direct (participatory) democracy and experi-mental social learning”. (Friedman, 2002)
Dari perumusan ini dapat dikemukakan bahwa partisipasi sosial adalah:
a.       Partisipasi seseorang ini dalam suatu kelompok sosial.
b.      Kadang kala terbatas pada partisipasi di dalam organisasi secara sukarela khususnya dalam pelaksanaan program atau kegiatan atau proyek masyarakat diluar profesi seseorang atau pekerjaan tertentu.
Menurut Marbun (2003) partisipasi adalah tingkat rasa keterlibatan dan keikatan seseorang berkat sumbangan pikiran dan usulnya sehingga mereka bertanggung jawab atas pekerjaannya sendiri dan ikut berusaha mencapai sasaran suatu tujuan organisasi.
Simatupang (2001) mengemukakan pendekatan mengenai partisipasi sebagai berikut: Partisipasi berarti apa yang dilakukan adalah bagian dari usaha bersama yang dijalankan bahu membahu dengan saudara-saudara sebangsa dan setanah air untuk membangun masa depan bersama. Partisipasi berarti juga sebagai kerja untuk mencapai tujuan bersama di antara semua warga negara yang mempunyai latar belakang kepercayaan yang beraneka ragam dalam negara pancasila atas dasar hak dan kewajiban yang sama untuk memberikan sumbangan demi terbinanya dan terwujudnya masa depan yang baru. Partisipasi tidak hanya mengambil bagian dalam pelaksanaan rencana-rencana pembangunan tetapi juga berarti memberikan sumbangan pengertian kita mengenai pembangunan itu, nilai-nilai kemanusiaan dan cita-cita mengenai keadilan sosial tetap di junjung tinggi. Partisipasi dalam pembangunan berarti mendukung kearah pembangunan yang serasi dan martabat, keadilan sosial dan memelihara alam sebagai lingkungan manusia untuk generasi-generasi yang akan datang.
Bahkan partisipasi merupakan hak dan kewajiban seorang warga negara untuk memberikan kontribusinya kepada pencapaian tujuan kelompok. Sehingga masyarakat diberi kesempatan untuk ikut serta dalam pembangunan dengan mengembangkan inisiatif dan kreatifitas.
Sumbangkan inisiatif dan kreatifitas dapat disampaikan dalam rapat kelompok masyarakat atau pertemuan-pertemuan baik yang bersifat formal maupun informal.
Dalam kelompok pertemuan-pertemuan itu akan saling memberikan informasi antara pemerintah dengan masyarakat. Jadi dalam partisipasi terdapat komunikasi antara pemerintah dengan masyarakat dan sesama anggota masyarakat.
Dengan demikian dapat disimpulkan yang dimaksud masyarakat adalah sekelompok orang yang hidup bersama dan tinggal disuatu tempat tertentu yang menghasilan teknologi kemampuan untuk memanfaatkan lingkungannya sebagai sumber penghidupan bersama menurut aturan tertentu.
Menurut Imron (2005) bahwa: “Partisipasi adalah suatu term yang menunjukkan kepada adanya keikutsertaan secara nyata dalam suatu kegiatan”. Menurut Muhajir (dalam Imron, 2005) mengatakan menggolongkan partisipasi masyarakat ke dalam tipologinya ialah partisipasi kuantitatif dan kualitatif, partisipasi kuantitatif menunjukkan kepada frekuensi keikutsertaan terhadap implementasi kebijaksanaan sementara partisipasi kualitatif menunjukkan kepada tingkat dan derajat. Menurut Koentjoroningrat (dalam Imron, 2005) menggolongkan partisipasi masyarakat berdasarkan posisi individu dalam kelompoknya. Pertama, partisipasi masyarakat dalam aktivitas bersama dalam proyek khusus; kedua, partisipasi anggota masyarakat sebagai individu adalam aktivitas bersama pembangunan.
Dalam pembangungan partisipasi diperlukan upaya pemberdayaan masyarakat. Pemberdayaan masyarakat mengandung pengertian memihak (targeting), mempersiapkan (enabling), dan melindungi (protecting). Untuk itu diperlukan mitra yang partisipatif dalam memberikan investasi. (Sri, 2007).
Pemberdayaan masyarakat desa merupakan kunci pembangunan nasional semesta karena potensi besar 65% rakyat indonesia yang tinggal di desa dan tempat-tempat terpencil (LIPI, 2006).
Pemberdayaan adalah bagian dari paradigma pembangunan yang memfokuskan perhatiannya kepada semua aspek yang prinsipil dari manusia di lingkungannya yakni mulai dari aspek intelektual (Sumber Daya Manusia), aspek material dan fisik, sampai kepada aspek manajerial. Aspek-aspek tersebut bisa jadi dikembangkan menjadi aspek sosial-budaya, ekonomi, politik, keamanan dan lingkungan.
Secara konseptual pembangunan adalah segala upaya yang dilakukan secara terencana dalam melakukan perubahan dengan fungsi utama meningkatkan kualitas manusia. Pembangunan nasional suatu negara menerapkan paradigma pembangunan yang bersifat materialistik atau paradigma pembangunan sumber daya manusia.
Aspek pemberdayaan diartikan sebagai upaya untuk mendinamisasi kelompok masyarakat yang mempunyai kapasitas produktif tapi kurang kesempatan untuk akses pada lingkungan hidup dan usaha yang bersifat modern tanpa harus menjadi korban transpalasi nilai dan kelembagaan asing (Ali, 2008).
2.      Implementasi Kebijakan
a.       Teori Kebijakan Publik
1)      Pengertian Kebijakan Publik
Secara umum, istilah “kebijakan” atau “policy” dipergunakan untuk menunjuk perilaku seorang aktor (misalnya seorang pejabat, suatu kelompok, maupun suatu lembaga pemerintah) atau sejumlah aktor dalam suatu bidang kegiatan tertentu. Pengertian kebijakan seperti ini dapat kita gunakan dan relatif memadai untuk pembicaraan-pembicaraan yang lebih bersifat ilmiah dan sistematis menyangkut analisis kebijakan publik. Oleh karena itu, kita memerlukan batasan atau konsep kebijakan publik yang lebih tepat (Winarno, 2002).
Pada dasarnya terdapat banyak batasan atau definisi mengenai apa yang dimaksud dengan kebijakan publik (public policy) dalam literatur ilmu politik. Masing-masing definisi tersebut memberi penekanan yang berbeda-beda. Perbedaan ini timbul karena masing-masing ahli mempunyai latar belakang yang berbeda-beda. Semantara di sisi lain, pendekatan dan model yang digunakan para ahli pada akhirnya juga akan menentukan bagaimana kebijakan publik tersebut hendak didefinisikan.  Istilah kebijaksanaan atau kebijakan (policy) didefinisikan oleh Laswell & Kaplan (Islamy, 1997), yaitu “a projected program of goals, values and practicies (suatu program pencapaian tujuan, nilai-nilai dan pratek-pratek yang terarah)”.
2)      Implementasi Kebijakan
  Penjelasan mengenai implementasi kebijakan pemerintah lebih jauh ditunjukkan setelah dikemukakan beberapa pengertian yang membentuk implementasi kebijakan itu sendiri. Implementasi merupakan salah satu tahap dalam proses kebijaksanaan publik dalam sebuah negara. Biasanya, implementasi dilaksanakan setelah sebuah kebijaksanaan dirumuskan dengan tujuan yang jelas, termasuk tujuan jangka pendek, menengah dan panjang.
Jones (1984) merumuskan implementasi sebagai “a process of getting additional recourse so as to figure out what is to be done”. Adapun aktivitas tersebut mencakup:
(a)  Organization, the establishment or rearrangement of resources, units, and methods for putting program into effect;
(b)  Interpretation, translation of program language into acceptable and feasible plans and directives;
(c)  Application, the rountine provision of services, payment, or oyher agreed upon program objektives or intruments.
    
Dari beberapa pemahaman yang dikemukakan di atas, terlihat dengan jelas bahwa implementasi merupakan suatu rangkaian aktivitas dalam rangka menghantarkan kebijaksanaan kepada masyarakat sehingga kebijaksanaan tersebut dapat membawa hasil sebagaimana diharapkan. Rangkaian kegiatan tersebut mencakup, pertama, persiapan seperangkat peraturan lanjutan yang merupakan interpretasi dan kebijaksanaan tersebut.  Dari sebuah undang-undang (UU) muncul sejumlah peraturan pemerintah (PP), keputusan presiden (Keppres), peraturan daerah (Perda), dan lain-lainnya.  Kedua, menyiapkan sumberdaya guna menggerakkan kegiatan implementasi termasuk di dalamnya sarana dan prasarana, sumberdaya keuangan dan tentu saja penetapan siapa yang bertanggung jawab melaksanakan kebijaksanaan tersebut.  Dan ketiga, bagaimana mengantarkan kebijaksanaan secara konkrit ke masyarakat.
b.      Implementasi Kebijakan Publik
Implementasi kebijakan sesungguhnya bukanlah sekedar bersangkut paut dengan mekanisme penjabaran keputusan-keputusan politik ke dalam prosedur-prosedur rutin lewat saluran-saluran birokrasi, melainkan menurut Grindle (1997) lebih dari itu, menyangkut masalah konflik, keputusan dan siapa yang memperoleh apa dari suatu kebijaksanaan. Oleh karena itu tidak terlalu salah jika dikatakan implementasi kebijakan merupakan aspek yang penting dari keseluruhan proses kebijakan.     ]
Dari penjelasan di atas, dapat dikemukakan bahwa implementasi kebijakan sebagai proses keputusan kebijakan yang dibuat oleh lembaga pemerintah, baik eksekutif maupun legislatif yang diarahkan untuk pencapaian tujuan yang digariskan dalam keputusan kebijakan tersebut. Jadi proses kebijakan baru akan dimulai apabila tujuan-tujuan kebijakan telah ditetapkan, program pelaksanaan telah dibuat, dana telah dialokasikan untuk mencapai tujuan itu.
Dapat disimpulkan bahwa terdapat empat aspek penting dalam implementasi kebijakan, yaitu: (1) siapa yang dilibatkan dalam implementasi; (2) hakekat proses administrasi; (3) kepatuhan atas suatu kebijakan, dan (4) efek atau dampak dari isi implementasi.
Dalam implementasi kebijakan atau pelaksanaan kebijakan terutama pelaksanaan kebijakan pemerintah, maka wujud kegiatan orang-orang yang dipimpin itu merupakan partisipasi masyarakat (citizen participation) yang benar-benar merupakan syarat yang penting dan perlu (relevant) untuk keberhasilan pelaksanaan kebijakan pemerintah. 
Keberhasilan pelaksanaan (implementasi) kebijakan tergantung pada faktor-faktor sebagai berikut (Soenarko, 2000):
1)      persetujuan, dukungan dan kepercayaan rakyat;
2)      isi dan tujuan kebijaksanaan haruslah dimengerti secara jelas terlebih dahulu;
3)      pelaksana haruslah mempunyai cukup informasi, terutama mengenai kondisi dan kesadaran masyarakat yang dikenai kebijakan itu;
4)      pembagian pekerjaan yang efektif dalam pelaksanaan;
5)      pembagian kekuasaan dan wewenang (decentralization) yang rasional dalam pelaksanaan kebijaksanaan; dan
6)      pemberian tugas dan kewajiban (deconcentration) yang memadai dalam pelaksanaan kebijakan.
Sedangkan pelaksanaan (implementasi) kebijakan dapat gagal, tidak membuahkan hasil, menurut Soenarko (2000) karena antara lain:
1)      teori yang menjadi dasar kebijaksanaan itu tidak tepat;
2)      sarana yang dipilih untuk pelaksanaan tidak efektif;
3)      sarana mungkin tidak/kurang dipergunakan sebagaimana mestinya;
4)      isi dari kebijakan itu bersifat samar-samar;
5)      ketidakpastian faktor intern dan/atau faktor ekstern;
6)      kebijaksanaan yang ditetapkan itu mengandung banyak lubang;
7)      dalam pelaksanaan kurang memperhatikan masalah teknis; dan
8)      adanya kekurangan akan tersedianya sumber-sumber pembantu (waktu, uang dan sumber daya manusia).
Implementasi adalah berkenaan dengan berbagai kegiatan yang diarahkan untuk realisasi program, dalam hal ini administrator mengatur cara untuk mengorganisir, menginterpretasikan, dan menerapkan kebijakan-kebijakan yang diseleksi.
3.      Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri (PNPM)
PNPM Mandiri merupakan salah satu mekanisme program pemberdayaan masyarakat yang digunakan dalam upaya mempercepat penanggulangan kemiskinan dan perluasan kesempatan kerja di wilayah perdesaan. PNPM Mandiri Perdesaan mengadopsi sepenuhnya mekanisme dan prosedur Program Pengembangan Kecamatan (PPK) yang telah dilaksanakan sejak 1998.
Program ini didasarkan pada Program penanggulangan kemiskinan pada program nasional pemberdayaan masyarakat (PNPM) mandiri pedesaan terdiri dari tiga kelompok program, antara lain adalah :
a.       Bantuan dan perlindungan sosial, dengan tujuan untuk mengurangi beban pengeluaran masyarakat miskin.
Karakteristik kegiatan program yang bersifat pemenuhan hak dasar utama individu dan rumah tangga miskin yang meliputi pendidikan, pelayanan kesehatan, pangan, sanitasi, dan air bersih.


b.      Pemberdayaan masyarakat, dengan tujuan untuk meningkatkan kemampuan dan pendapatan masyarakat miskin.
Karakteristik pendekatan partisipatif berdasarkan kebutuhan masyarakat, penguatan kapasitas kelembagaan masyarakat, dan pelaksanaan kegiatan oleh masyarakat secara swakelola dan berkelompok.
c.       Pemberdayaan Usaha Mikro dan kecil, dengan tujuan meningkatkan tabungan dan menjamin keberlanjutan berusaha pelaku usaha mikro dan kecil.
Karekteristik memberikan bantuan modal atau pembiayaan dalam skala mikro, memperkuat kemandirian berusaha dan akses pada pasar, meningkatkan keterampilan dan manajemen usaha.
4.      Pengertian dan Tujuan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri
Program nasional pemberdayaan masyarakat (PNPM) mandiri adalah program nasional penanggulangan kemiskinan terutama yang berbasis pemberdayaan masyarakat. Pengertian yang terkandung mengenai program nasional pemberdayaan masyarakat (PNPM) mandiri adalah :
a.       Program nasional pemberdayaan masyarakat (PNPM) mandiri adalah program nasional dalam wujud kerangka kebijakan sebagai dasar dan acuan pelaksanaan program-program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan masyarakat. Program nasional pemberdayaan masyarakat (PNPM) mandiri dilaksanakan melalui harmonisasi dan pengembangan sistem serta mekanisme dan prosedur program, penyediaan pendampingan dan pendanaan stimulan untuk mendorong prakarsa dan inovasi masyarakat dalam upaya penanggulangan kemiskinan yang berkelanjutan.
b.      Pemberdayaan masyarakat adalah upaya untuk menciptakan/ meningkatkan kapasitas masyarakat, baik secara individu maupun berkelompok, dalam memecahkan berbagai persoalan terkait upaya peningkatan kualitas hidup, kemandirian dan kesejahteraannya. Pemberdayaan masyarakat memerlukan keterlibatan yang besar dari perangkat pemerintah daerah serta berbagai pihak untuk memberikan kesempatan dan menjamin keberlanjutan berbagai hasil yang dicapai.
Sedangkan tujuan yang ingin dicapai dalam pelaksanaan program nasional pemberdayaan masyarakat (PNPM) mandiri ini adalah :
a.       Tujuan Umum
Meningkatnya kesejahteraan dan kesempatan kerja masyarakat miskin secara mandiri.
b.      Tujuan Khusus
1)      Meningkatnya partisipasi seluruh masyarakat, termasuk masyarakat miskin, kelompok perempuan, komunitas adat terpencil dan kelompok masyarakat lainnya yang rentan dan sering terpinggirkan ke dalam proses pengambilan keputusan dan pengelolaan pembangunan.
2)      Meningkatnya kapasitas kelembagaan masyarakat yang mengakar, representatif dan akuntabel.
3)      Meningkatnya kapasitas pemerintah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat terutama masyarakat miskin melalui kebijakan, program dan penganggaran yang berpihak pada masyarakat miskin (pro-poor)
4)      Meningkatnya sinergi masyarakat, pemerintah daerah, swasta, asosiasi, perguruan tinggi, lembaga swadaya masyarakat, organisasi masyarakat dan kelompok perduli lainnya untuk mengefektifkan upaya-upaya penanggulangan kemiskinan.
5)      Meningkatnya keberadaan dan kemandirian masyarakat serta kapasitas pemerintah daerah dan kelompok peduli setempat dalam menanggulangi kemiskinan di wilayahnya. 
6)      Meningkatnya modal sosial masyarakat yang berkembang sesuai dengan potensi sosial dan budaya serta untuk melestarikan kearifan lokal. 
7)      Meningkatnya inovasi dan pemanfaatan teknologi tepat guna, informasi dan komunikasi dalam pemberdayaan masyarakat.
5.      Komponen Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri
Rangkaian proses pemberdayaan masyarakat dilakukan melalui komponen program sebagai berikut :


a.       Pengembangan Masyarakat
Komponen pengembangan masyarakat mencakup serangkaian kegiatan untuk membangun kesadaran kritis dan kemandirian masyarakat yang terdiri dari pemetaan potensi, masalah dan kebutuhan masyarakat, perencanaan partisipatif, pengorganisasian, pemanfaatan sumberdaya, pemantauan dan pemeliharaan hasil-hasil yang telah dicapai.
Untuk mendukung rangkaian kegiatan tersebut, diesediakan dana pendukung kegiatan pembelajaran masyarakat, pengembangan relawan dan operasional pendampingan masyarakat; dan fasilitator, pengembangan kapasitas, mediasi dan advokasi. Peran fasilitator terutama pada saat awal pemberdayaan, sedangkan relawan masyarakat adalah yang utama sebagai motor penggerak masyarakat di wilayahnya.
b.      Bantuan Langsung Masyarakat
Komponen bantuan langsung masyarakat (BLM) adalah dana stimulan keswadayaan yang diberikan kepada kelompok masyarakat untuk membiayai sebagian kegiatan yang direncanakan oleh masyarakat dalam rangka meningkatkan kesejahteraan terutama masyarakat miskin.
c.       Peningkatan Kapasitas Pemerintahan dan Pelaku Lokal
Komponen Peningkatan Kapasitas Pemerintah dan Pelaku Lokal adalah serangkaian kegiatan yang meningkatkan kapasitas pemerintah daerah dan pelaku lokal/kelompok perduli lainnya agar mampu menciptakan kondisi yang kondusif dan sinergi yang positif bagi masyarakat terutama kelompok miskin dalam menyelenggarakan hidupnya secara layak. Kegiatan terkait dalam komponen ini diantaranya seminar, pelatihan, lokakarya, kunjungan lapangan yang dilakukan secara selektif dan sebagainya.
d.      Bantuan Pengelolaan dan Pengembangan Program
Komponen ini meliputi kegiatan-kegiatan untuk mendukung pemerintah dan berbagai kelompok peduli lainnya dalam pengelolaan kegiatan seperti penyediaan konsultan manajemen, pengendalian mutu, evaluasi dan pengembangan program.
6.      Ruang Lingkup Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri
Ruang lingkup kegiatan program nasional pemberdayaan masyarakat (PNPM) mandiri pada dasarnya terbuka bagi semua kegiatan penanggulangan kemiskinan yang diusulkan dan disepakati masyarakat, meliputi :

a.       Penyediaan dan perbaikan sarana dan prasarana lingkungan pemukiman, sosial dan ekonomi secara kegiatan padat karya.

b.      Penyediaan sumberdaya keuangan melalui dana bergulir dan kredit mikro untuk mengembangkan kegiatan ekonomi masyarakat miskin. Perhatian yang lebih besar diberikan bagi kaum perempuan untuk memanfaatkan dana bergulir ini.
c.       Kegiatan terkait peningkatan kualitas sumberdaya manusia, terutama yang bertujuan mempercepat pencapaian target MDGs.
d.      Peningkatan kapasitas masyarakat dan pemerintahan lokal melalui penyadaran kritis, pelatihan ketrampilan usaha, manajemen organisasi dan keuangan, serta penerapan tata kepemerintahan yang baik.
7.      Pembiayaan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Pedesaan
Program nasional pemberdayaan masyarakat (PNPM) mandiri pedesaan menyediakan dana langsung dari pusat (APBN) dan daerah (APBD) yang disalurkan ke rekening kolektif desa di kecamatan. Masyarakat desa dapat mempergunakan dana tersebut sebagai hibah untuk membangun sarana dan prasarana penunjang produktivitas desa, pinjaman bagi kelompok ekonomi untuk modal usaha bergulir, atau kegiatan sosial seperti kesehatan dan pendidikan. Setiap penyaluran dana yang turun ke masyarakat harus sesuai dengan dokumen yang dikirimkan ke pusat agar memudahkan penelusuran. Warga desa, dalam hal ini TPK atau staf Unit Pengelola Kegiatan (TPK) di tingkat kecamatan mendapatkan peningkatan kapasitas dalam pembukuan, manajemen data, pengarsipan dokumen dan pengelolaan uang atau dana secara umum, serta peningkatan kapasitas lainnya terkait upaya pembangunan manusia dan pengelolaan pembangunan wilayah pedesaan.
Dalam pelaksanaannya, pengalokasikan dana bantuan langsung bagi masyarakat (BLM) program nasional pemberdayaan masyarakat (PNPM) mandiri perdesaan dilakukan melalui skema pembiayaan bersama (cost sharing) antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (Pemda), seperti yang telah berhasil dilakukan dalam program pengembangan kecamatan (PPK III pada tahun 2005 sampai tahun 2007 dan program nasional pemberdayaan masyarakat (PNPM). Besarnya cost sharing ini disesuaikan dengan kapasitas fiskal masing-masing daerah, sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 73/ PMK.02/2006 per 30 Agustus 2006.
Melihat kegiatan program nasional pemberdayaan masyarakat (PNPM) mandiri pedesaan yang ditargetkan untuk mempercepat penanggulangan kemiskinan dan memperluas kesempatan kerja bagi masyarakat di pedesaan, maka program ini telah menerima dana hibah yang cukup besar dari sejumlah lembaga dan negara pemberi bantuan. Melalui program pengembangan kecamatan (PPK) dan program nasional pemberdayaan masyarakat (PNPM) hingga 2007, program nasional pemberdayaan masyarakat (PNPM) mandiri perdesaan telah menghimpun lebih dari 168,3 dolar AS dalam bentuk trust funds dan hibah dari berbagai Negara atau lembaga penyandang dana. Hibah atau trust funds tersebut merupakan wujud dukungan dan kepercayaan atas keberhasilan program pemberdayaan masyarakat terbesar di Indonesia ini.
Dana bergulir secara khusus untuk pengembangan ekonomi masyarakat dikelola oleh Unit Pengelola Ekonomi hanya dapat digunakan untuk:(1) pinjaman untuk kegiatan prasarana yang bersifat individual, misalnya untuk perbaikan rumah, pembuatan Toilet dan lain lain. Dana bergulir ini juga dapat digunakan untuk kepentingan lingkungan dan sosial, seperti beasiswa dan pelatihan khusus untuk warga tidak miskin; (2) pinjaman untuk kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) yang membutuhkan dana untuk kegiatan produktif yang dijalankan oleh para anggotanya (Sutjiono, 2005).
Adanya program pemerintah untuk mengatasi rendahnya investasi, pengangguran dan kemiskinan, yaitu program pemihakan ekonomi yang bersifat pemberdayaan golongan ekonomi lemah dan pengadaan infrastruktur yang mendukung. Pemihakan pada golongan ini adalah pemberdayaan usaha mikro dan kecil. Pada masa krisis di tahun 1997/1998, usaha mikro dan kecil dianggap sebagai katup penyelamat ekonomi Indonesia. Bank menyalurkan dananya berupa kredit ke sektor usaha mikro dan kecil karena memandang adanya peluang bisnis yang besar di sektor ini  (Ade, 2006).
8.      Sasaran Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Pedesaan
Sasaran program nasional pemberdayaan masyarakat (PNPM) mandiri pedesaan yang berpihak pada orang miskin. Menurut Zikrullah (2000) kemiskinan adalah konsep yang cair, tidak pasti, dan mutidimensional. Oleh karena itu, banyak terdapat terminologi kemiskinan baik yang dikemukakan oleh pakar secara individu maupun secara kelembagaan. Dalam pengertian konvensional, kemiskinan (hanya) dimaknai sebagai permasalahan pendapatan (income) individu, kelompok, komunitas, masyarakat yang berada dibawah garis kemiskinan. Dengan teori ini, sekurang-kurangnya ada enam macam kemiskinan yang perlu difahami oleh pihak-pihak yang menaruh perhatian terhadap penanganan kemiskinan, yaitu: (1) kemiskinan subsitensi, penghasilan rendah, jam kerja panjang, perumahan buruk, fasilitas air bersih mahal; (2) kemiskinan perlindungan, lingkungan buruk, (sanitasi, sarana pembuangan sampah, polusi), kondisi kerja buruk, tidak ada jaminan atas hak pemilikan tanah; (3) kemiskinan pemahaman, kualitas pendidikan formal buruk, terbatasnya akses atas informasi yang menyebabkan terbatasnya kesadaran akan hak, kemampuan dan potensi untuk mengupayakan perubahan; (4) kemiskinan partisipasi, tidak ada akses dan kontrol atas proses pengambilan keputusan yang menyangkut nasib diri dan komunitas; (5) kemiskinan identitas, terbatasnya perbauran antara kelompok social, terfragmentasi; (6) kemiskinan kebebasan, stress, rasa tidak berdaya, tidak aman baik ditingkat pribadi maupun komunitas.
Menurut Cox (2004) bahwa seseorang dikatakan miskin jika tingkat pendapatannya (hanya) berada di bawah garis kemiskinan. Oleh karena itu, upaya penanganan kemiskinan yang dilakukan pada negara dunia ketiga baik oleh pemerintah maupun organisasi non pemerintah, kebanyakan (hanya) bertumpu pada upaya peningkatan pendapatan. Itu sebabnya, berbagai upaya penanganan kemiskinan itu tidak menyelesaikan masalah dan cenderung gagal.
Menurut Sumodiningrat (2004) penentuan garis kemiskinan dengan menggunakan indikator ekonomi versi BPS, Bank Dunia,lembaga penelitian dan pengkajian,yakni Garis kemiskinan dapat dihitung dengan tiga pendekata, yakni : (1) Pendekatan Produksi (production Approach), misalnya produksi padi perkapita hanya dapat menggambarkan kegiatan produksi tanpa memperhatikan pemenuhan kebutuhan hidup. (2) Pendekatan Pendapatan (Income Approach), yakni pendekatan melalui pendapatan rumah tangga. Pendekatan ini sangat baik, namun sering mengalami kendala yaitu dalam pengumpulan data pendapatan rumah tangga secara akurat serta pencatatan terhadap jumlah pendapatan yang diterima oleh setiap rumah tangga secara akurat. (3) Pendekatan Pengeluaran (Expenditure Approach), yaitu pendekatan yang digunakan untuk mengatasi pendekatan terhadap pendapatan. Tingkat pengeluaran ini dapat digunakan sebagai proxy atau pendekat dari pendapatan rumah tangga. Pengeluaran yang dikeluarkan oleh rumah tangga untuk memenuhi kebutuhan konsumsi adalah 2.100 kalori perkapita/hari.

E.     Definisi Konsepsional
Konsep merupakan unsur penelitian yang penting dan merupakan definisi yang dipakai oleh para peneliti untuk menggambarkan secara abstrak mengenai suatu fenomena (Singarimbun & Effendi, 2006).
1.      Peran Swadaya Masyarakat
Peranan merupakan aspek yang dinamis dari kedudukan (status). Apabila seseorang yang melakukan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, maka dia menjalankan suatu peranan (Soekanto 2007).
Swadaya Masyarakat adalah kemampuan dari suatu kelompok masyarakat dengan kesadaran dan inisiatif sendiri mengadakan usaha ke arah pemenuhan kebutuhan jangka pendek maupun jangka panjang yang dirasakan dalam masyarakat itu.
Peran swadaya masyarakat adalah keikutsertaan kelompok swadaya masyarakat dalam pembangunan nasional sebagai aspek dinamis dari kedudukan dan statusnya dalam masyarakat. 
2.      Implementasi (Pelaksanaan ) Program PNPM Mandiri Perdesaan  (PNPM MD)
Implementasi program PNPM Mandiri Perdesaan (PNPM MD) adalah suatu rangkaian aktivitas dalam rangka menghantarkan kebijaksanaan kepada masyarakat sehingga kebijaksanaan tersebut dapat membawa hasil sebagaimana diharapkan. Program nasional pemberdayaan masyarakat (PNPM) mandiri adalah program nasional penanggulangan kemiskinan terutama yang berbasis pemberdayaan masyarakat.

F.     Definisi Operasional
1.      Peran Swadaya Masyarakat
Peran swadaya masyarakat adalah keikutsertaan kelompok dalam masyarakat yang mempunyai kemampuan dalam pembangunan, yang diukur dari indikator:
a.       Swadaya masyarakat dalam perencanaan pembangunan
b.      Swadaya masyarakat dalam pelaksanaan program-program pembangunan
c.       Swadaya masyarakat dalam pengawasan pelaksanan program-program pembangunan 
d.      Swadaya masyarakat dalam evaluasi program-program pembangunan
2.      Pelaksanaan PNPM MD
Pelaksanaan PNPM MD merupakan realisasi dari tujuan pelaksanaan program pembangunan melalui PNPM Mandiri yang efektifitas keberhasilannya dapat dilihat dari indikator :
a.       PNPM mandiri dapat membantu pembangunan di pedesaan
b.      PNPM mandiri dapat meningkatkan kemampuan ekonomi masyarakat pedesaan
c.       PNPM mandiri dapat menumbuhkan pemberdayaan masyarakat pedesaan
d.      PNPM mandiri dapat mereleasisasikan program-program pembangunan

G.    Tipe Penelitian
Tipe penelitian ini bersifat deskriptif yaitu penelitian yang menggambarkan suatu masalah secara eksploratif dan bagaimana suatu peristiwa terjadi (Gulo, 2008). Pendekatan yang digunakan dalam penelitian adalah pendekatan kualitatif, yaitu pendekatan yang mengobservasi sasaran penelitian secara rinci menuju generalisasi dan ide-ide yang abstrak (Raco, 2008).
Paradigma dalam penelitian kualitatif menggunakan paradigma fenomenologi yaitu suatu cara pandang terhadap subyek penelitian dengan berusaha memahami arti peristiwa dan kaitan-kaitannya terhadap orang-orang yang berada dalam situasi tertentu (Moleong, 2008).    

B.     Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sragi Kabupaten Pekalongan pada bulan Januari 2012. Penelitian dilakuakn berdasarkan tahap-tahap sebagai berikut perencanaan, pengumpulan data, pengolahan data, analisa data dan penyusunan laporan penelitian yang diuraikan tabel berikut ini:
Tabel Jadwal Penelitian
No
Kegiatan
Juni 2011
Juli-Des 2011
Jan 2012
Peb 2012
1.
Persiapan/ perencanaan




2.
Pembuatan proposal




3.
Pelaksanaan




4.
Penulisan hasil laporan




 

C.    Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi adalah semua bagian atau anggota dari obyek yang akan diamati. Populasi dapat berupa orang, benda, obyek, peristiwa atau apa pun yang menjadi obyek penelitian (Eriyanto, 2007). Populasi penelitian ini adalah pelaksana dan penerima porgram PNPM MD di Kecamatan Sragi Kabupaten Pekalongan yaitu sebanyak ……………orang.  Jumlah penerima program PNPM MD se-kecamatan Sragi adalah…. Orang (sumber: ….). Adapun jumlah pelaksana program PNPM MD di kecamatan Sragi adalah… (sumber:…..)
Sampel penelitian adalah pelaksana dan penerima PNPM MD di Kecamatan Sragi Kabupaten Pekalongan. Teknik pengambilan sampel menggunakan purposive sampling, yaitu suatu pengambilan sampel dengan cara memilih elemen-elemen untuk menjadi anggota sampel berdasarkan pada pertimbangan yang tidak acak, biasanya sangat subyektif (Supranto, 2007). Pengambilan sampel berdasarkan pertimbangan tertentu yaitu orang yang mempunyai kompetensi untuk memberikan informasi tentang permasalahan penelitian. Pengambilan sampel dihentikan bila sudah tidak ditemukan data baru.  Berdasarkan alasan tersebut maka peneliti menentukan jumlah sampel dari sisi pelaksana PNPM MD adalah…… orang dan jumlah sampel dari sisi penerima PNPM MD adalah….. orang.

D.    Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data menggunakan pedoman wawancara dan dilakukan dengan wawancara mendalam yaitu wawancara yang lebih memfokuskan pada persoalan-persoalan yang menjadi pokok dari minat penelitian. Pedoman wawancara memberikan pedoman mengenai data mana yang akan lebih dipentingkan sehingga lebih mempermudah langkah-langkah sistematisasi data (Pawito, 2007). 

E.     Analisa Data
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah model interaktif. Heberman & Miles (1994) dalam Endraswara (2006) analisis data adalah model interaktif melalui tiga proses yaitu (1) reduksi data, (2) pemaparan, (3) simpulan melalui pelukisan atau verivikasi.
Langkah reduksi data melibatkan beberapa tahap,. Tahap pertama, melibatkan langkah-langkah editing, pengelompokan dan meringkas data. Pada tahap kedua, peneliti menyusun kode-kode dan catatan-catatan (memo) mengenai berbagai hal termasuk berkenaan dengan aktivitas serta proses-proses sehingga peneliti dapat menemukan tema-tema, kelompok-kelompok dan pola-pola data. Tahap akhir dari reduksi data, peneliti menyusun rancangan konsep-konsep (mengupayakan konseptualisasi) serta penjelasan-penjelasan berkenaan dengan tema, pola atau kelompok data bersangkutan (Parwito, 2008).


 








F.     Sistematika Penulisan Skripsi
Sistematika penulisan skripsi meliputi:
PENDAHULUAN
Dalam pendahuluan ini akan dibahas: latar belakang masalah, tujuan dan manfaat penelitian, ruang lingkup permasalahan, kerangka dasar teori, definisi konsep, definisi operasional, metodologi penelitian dan sistematika penulisan skripsi.
BAB I       DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN
Bab ini berisi tentang gambaran objek penelitian, seperti program PNPM MD dan jenis kegiatan program PNPM MD di Kecamatan Sragi Kabupaten Pekalongan
BAB II      TINJAUAN TEORI
Bab II berisi teori peran swadaya masyarakat, implementasi kebijakan, program PNPM MD.  
BAB III    HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Bab ini memberikan gambaran hasil penelitian yang ditelah dilakukan dan pembahasannya.
BAB IV    PENUTUP
Bab memberikan kesimpulan dari hasil penelitian terdiri dari kesimpulan dan saran bagi pihak-pihak terkait.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN