PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pada dasarnya pembangunan adalah
proses perubahan yang terus menerus menuju kemajuan (progress) yang lebih baik. Pembangunan dengan mengikutsertakan
faktor sosial kemasyarakatan akan menjadi faktor penarik (pull) dan pendorong (push).
Keberlanjutan (continuity) dan
keberlangsungan (sustainability)
pembangunan akan terganggu apabila faktor kemasyarakatan kurang serius
mendapatkan perhatian. Akibat yang ditimbulkan adalah terjadinya gejolak sosial
dan pelbagai gerakan atau perubahan struktur masyarakat serta mobilitas sosial
yang bergerak berubah mengikuti perubahan zaman.
Tujuan pembangunan didefinisikan
sebagai pembentukan sistem sosial baru yang berwajah manusiawi dan harmonisasi
antara pertumbuhan ekonomi dan pelestarian lingkungan. Tujuan ini diwujudkan
dalam bentuk upaya pemenuhan kebutuhan dasar untuk melanjutkan hidup,
kelestarian lingkungan hidup dan sumber daya alam, serta menciptakan struktur
komunitas yang manusiawi, yang dilakukan melalui pengembangan dan popularisasi
teknologi tepat guna, pembangkitan kesadaran warga, dan penguatan organisasi
masyarakat, pemberdayaan ekonomi lokal secara berlanjut serta reformasi
struktur sosial dan politik (Amien, 2005).
Agenda pembangunan adalah pengentasan
kemiskinan, yang merupakan prioritas pembangunan dan telah dilaksanakan dalam
kurun waktu yang panjang dengan dana yang besar. Namun kemiskinan masih menjadi
masalah utama pembangunan. Menurut laporan pencapian Millenium Development
Goals (MDG’s) Indonesia Tahun 2007, penduduk miskin Indonesia tahun 1976 sebesar
40,1%, kemudian tahun 1996 menjadi 11,3%. Akibat terjadi krisis ekonomi tahun
1997-1998 penduduk miskin kembali naik menjadi 24,2 % pada tahun 1998. Jumlah
tersebut berangsur turun menjadi 15,97% pada tahun 2005, akan tetapi kembali
meningkat di tahun berikutnya menjadi 17,75% pada tahun 2006 dan 16,58% pada
tahun 2007 atau sekitar 37,17 juta jiwa. Jika mengacu pada pencapaian MDG’s
yaitu menurunkan setengah jumlah penduduk yang memiliki penghasilan dibawah US$
1 per hari, pada tahun 2015 penduduk miskin berkisar 7,5%-12%. Namun jika menggunakan
indikator garis kemiskinan nasional dan mengadopsi indikator beberapa negara
yaitu US$ 2 per hari, saat ini ada lebih dari 41% penduduk tergolong miskin.
Berdasarkan data pada RPJPD Jateng 2005–2025 jumlah penduduk miskin Jawa Tengah
pada tahun 2006 sebesar 3,17 juta kepala keluarga atau 30% dari penduduk Jawa Tengah.
Berdasarkan data Tim Nasional PNPM Mandiri, pada tahun 2007 jumlah keluarga
miskin di Jawa Tengah sebanyak 4,4 juta kepala keluarga atau sebesar 52,91%
dari seluruh penduduk. Kondisi ini masih jauh dari harapan, selama ini dana
yang besar dan dikelola secara sektoral terbukti tidak cukup ampuh menanggulangi
kemiskinan (Sofianto dkk, 2009).
Kemiskinan dan pengangguran merupakan
salah bentuk persoalan masyarakat yang disebabkan akibat terjadinya
ketidakseimbangan antara pertumbuhan penduduk, keterbatasan ketersediaan
lapangan kerja, kebutuhan akan cara kerja yang professional serta pelbagai
tekanan yang ditimbulkan. Disamping itu faktor keterbatasan terhadap akses
informasi, akses perbankan, akses mendapatkan sumber-sumber pendapatan juga
menjadi penyebab utama kemiskinan.
Harapan peningkatkan efektivitas
penanggulangan kemiskinan dan penciptaan lapangan kerja di Jawa Tengah muncul
kembali seiring peluncuran Program
Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM)
Mandiri oleh Pemerintah mulai tahun 2007. Melalui PNPM Mandiri ini dirumuskan
kembali mekanisme penanggulangan kemiskinan yang melibatkan unsur masyarakat,
mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, hingga pemantauan dan evaluasi.
Melalui proses pembangunan partisipatif, kesadaran kritis dan kemandirian
masyarakat, terutama masyarakat miskin, dapat ditumbuhkembangkan sehingga
mereka diharapkan bukan sebagai obyek melainkan subyek upaya penanggulangan
kemiskinan (Pedoman Umum PNPM, 2007).
Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat
(PNPM) Mandiri terdiri dari PNPM Mandiri Perdesaan, PNPM Mandiri Perkotaan,
Program Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal dan Khusus (P2DTK), dan
Pengembangan Infrastruktur Sosial Ekonomi Wilayah (PISEW). PNPM Mandiri
Perdesaan (PNPM-MD) tergolong strategis karena mencakup sebagian besar daerah
dan penduduk Indonesia.
PNPM Mandiri Perdesaan merupakan pengembangan dari Program Pengembangan Kecamatan
(PPK) yang telah dilaksanakan sejak tahun 1998. Meskipun PNPM Mandiri Pedesaan
mempunyai desain pemberdayaan dan konsep partisipasi masyarakat yang berbeda
dibandingkan dengan konsep pemberdayaan yang telah ada, namun potensi
mengakibatkan dominasi struktur baru dan melemahkan struktur yang lain apabila
tidak memiliki koherensi desain dengan
struktur dan kapasitas kelembagaan yang telah ada terkait dengan upaya
penanggulangan kemiskinan di pedesaan tetaplah ada.
Kecamatan Sragi dinilai layak
mendapatkan alokasi dana PNPM MD karena tingkat kemiskinan yang masih tinggi.
Selama kurun waktu 5 tahun dari tahun
2007 sampai tahun 2011 Kecamatan Sragi telah mendapatkan alokasi dana PNPM MD.
Dengan dikucurkannya dana PNPM MD di Kecamatan Sragi diharapkan dapat menekan
angka kemiskinan di Kecamatan Sragi.
Berikut ini untuk memperjelas jumlah
kemiskinan di Kecamatan Sragi dapat dilihat tabel data penduduk miskin di
Kecamatan Sragi.
Tabel
Data Penduduk Miskin di Kecamatan Sragi TAHUN….
Kabupaten
Pekalongan
No
|
Nama desa
|
JUMLAH RUMAH TANGGA MISKIN
|
Versi BKKBN
|
Versi BPS
|
Versi Partisipatif PNPM
|
1
|
Kelurahan Sragi
|
588
|
551
|
250
|
2
|
Tegalontar
|
539
|
390
|
660
|
3
|
Purwodadi
|
303
|
348
|
236
|
4
|
Kedungjaran
|
181
|
412
|
369
|
5
|
Klunjukan
|
274
|
289
|
273
|
6
|
Sijeruk
|
265
|
669
|
235
|
7
|
Tegalsuruh
|
306
|
670
|
275
|
8
|
Bulakpelem
|
429
|
450
|
907
|
9
|
Gebangkerep
|
335
|
535
|
512
|
10
|
Purworejo
|
271
|
299
|
930
|
11
|
Kalijambe
|
312
|
295
|
305
|
12
|
Sumub Kidul
|
226
|
465
|
211
|
13
|
Sumub Lor
|
536
|
606
|
367
|
14
|
Bulaksari
|
321
|
220
|
224
|
15
|
Krasak Ageng
|
536
|
210
|
737
|
16
|
Ketanon Ageng
|
228
|
252
|
260
|
17
|
Mrican
|
97
|
229
|
219
|
|
JUMLAH
|
5.747
|
6.890
|
6.970
|
Sumber:….
Dari uraian data tersebut maka sudah
dapat disimpulkan bahwa penduduk kecamatan Sragi masih termasuk dalam kategori
penduduk miskin. Oleh karena itu diperlukan kerjasama dari pemerintah pusat maupun
daerah dan partisipasi atau peran serta masyarakat untuk meningkatkan taraf
hidup penduduk masyarakat Sragi melalui program PNPM MD. Namun demikian
pengelolaan PNMP MD di kecamatan Sragi masih dihadapkan pada masalah rendahnya
swadaya masyarakat. Indikasinya terlihat dari rendahnya tingkat keaktifan
masyarakat dalam rapat-rapat PNMP MD, rendahnya nomimal swadaya uang dari
masyarakat sebagai syarat mendapat bantuan PNPM MD, rendahnya partisipasi
masyarakat untuk merawat (memelihara) hasil bantuan PNPM MD dan sebagainya.
Berdasarkan latar belakang tersebut,
maka peneliti tertarik melakukan penelitian dengan judul “Analisis Peran Swadaya
Masyarakat dalam Keberhasilan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri
Pedesaan (PNPM MD) di Kecamatan Sragi Kabupaten Pekalongan”
B. Tujuan dan Manfaat
Penelitian
1.
Tujuan Penelitian
a.
Menganalisis peran swadaya
masyarakat dalam pelaksanaan PNPM MD di Kecamatan Sragi Kabupaten Pekalongan.
b.
Menganalisis pelaksanaan program
nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Pedesaan (PNPM MD) di Kecamatan Sragi
Kabupaten Pekalongan.
c.
Menganalisis pengaruh peran swadaya
masyarakat terhadap pelaksanaan program nasional Pemberdayaan Masyarakat
Mandiri Pedesaan (PNPM MD) di Kecamatan Sragi Kabupaten Pekalongan.
2.
Manfaat Penelitian
a.
Bagi Peneliti
Penelitian ini memberikan manfaat
bagi peneliti dalam mengaplikasikan ilmu pemerintahan dan metodologi
penelitian.
b.
Bagi Masyarakat
Penelitian ini dapat menambah wawasan
masyarakat pedesaan mengenai swadaya masyarakat dan pelaksanaan program
nasional pemberdayaan masyarakat pedesaan (PNPM MD).
c.
Bagi Pemerintah Desa
Hasil penelitian ini dapat memotivasi
pemerintah desa dalam menggali dan meningkatkan swadaya masyarakat desa dalam
upaya menumbuhkan kemampuan desa dalam memanfaatkan sumber daya yang dimiliki.
C. Ruang Lingkup Permasalahan
1.
Pokok Permasalahan
Pokok
permasalahan yang dirumuskan dalam penelitian ini sebagai berikut:
a. Bagaimanakah peran swadaya masyarakat dalam
pelaksanaan PNPM MD di Kecamatan Sragi Kabupaten Pekalongan?
b. Bagaimanakah pelaksanaan program nasional
pemberdayaan masyarakat pedesaan (PNPM MD)di Kecamatan Sragi Kabupaten Pekalongan
c. Bagaimanakah pengaruh peran swadaya masyarakat
terhadap pelaksanaan program nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Pedesaan
(PNPM MD) di Kecamatan Sragi Kabupaten Pekalongan
2.
Obyek Permasalahan
a.
Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kecamatan
Sragi Kabupaten Pekalongan.
b.
Responden
Responden dalam penelitian ini yaitu camat,
perangkat desa, tokoh masyarakat, perangkat desa, pengurus BPD, petugas PNPM MD
serta masyarakat di Kecamatan Sragi Kabupaten Pekalongan
D. Kerangka Dasar Teori
1. Teori Peran dan Partisipasi
Peran adalah
aspek dinamis kedudukan (status) atau penggunaan hak-hak dan kewajiban, atau
dapat juga disebut status subjektif (Soekanto, 2007).
Menurut Bryants dan White Colorodow (dalam
Friedman, 2002) menyatakan bahwa di negara-negara dunia ketiga (termasuk
Indonesia) partisipasi masyarakat dalam pembangunan sangat diperlukan, sehingga
masyarakat itu sendiri dapat mempengaruhi atau menentukan masa depannya, maka
masyarakat harus dianggap sebagai potensi pembangunan yang harus dibina,
dipupuk dan ditingkatkan pengetahuan dan kemampuannya sehingga mau, mampu dan
sadar dalam kedudukannya sebagai pelaku atau subjek pembangunan.
Dalam hubungan dengan hal tersebut Friedman
juga menyatakan bahwa dengan keterlibatan masyarakat/partisipasi masyarakat di
dalam proses pembangunan juga mengandung makna pemberdayaan masyarakat dan
sangat erat kaitannya dengan pemantapan pembudayaan dan pengalaman demokrasi,
atau “the empowerment approach, which is fundamental to an alternative
development, please the emphasis an auotonomy in the decision making of
territorially organized communities, local self-reliance (but not antrachy),
direct (participatory) democracy and experi-mental social learning”.
(Friedman, 2002)
Dari perumusan ini dapat dikemukakan bahwa
partisipasi sosial adalah:
a.
Partisipasi seseorang ini dalam
suatu kelompok sosial.
b.
Kadang kala terbatas pada
partisipasi di dalam organisasi secara sukarela khususnya dalam pelaksanaan
program atau kegiatan atau proyek masyarakat diluar profesi seseorang atau
pekerjaan tertentu.
Menurut Marbun (2003) partisipasi adalah
tingkat rasa keterlibatan dan keikatan seseorang berkat sumbangan pikiran dan
usulnya sehingga mereka bertanggung jawab atas pekerjaannya sendiri dan ikut
berusaha mencapai sasaran suatu tujuan organisasi.
Simatupang (2001) mengemukakan pendekatan
mengenai partisipasi sebagai berikut: Partisipasi berarti apa yang dilakukan
adalah bagian dari usaha bersama yang dijalankan bahu membahu dengan
saudara-saudara sebangsa dan setanah air untuk membangun masa depan bersama.
Partisipasi berarti juga sebagai kerja untuk mencapai tujuan bersama di antara
semua warga negara yang mempunyai latar belakang kepercayaan yang beraneka
ragam dalam negara pancasila atas dasar hak dan kewajiban yang sama untuk
memberikan sumbangan demi terbinanya dan terwujudnya masa depan yang baru.
Partisipasi tidak hanya mengambil bagian dalam pelaksanaan rencana-rencana
pembangunan tetapi juga berarti memberikan sumbangan pengertian kita mengenai
pembangunan itu, nilai-nilai kemanusiaan dan cita-cita mengenai keadilan sosial
tetap di junjung tinggi. Partisipasi dalam pembangunan berarti mendukung kearah
pembangunan yang serasi dan martabat, keadilan sosial dan memelihara alam
sebagai lingkungan manusia untuk generasi-generasi yang akan datang.
Bahkan partisipasi merupakan hak dan
kewajiban seorang warga negara untuk memberikan kontribusinya kepada pencapaian
tujuan kelompok. Sehingga masyarakat diberi kesempatan untuk ikut serta dalam
pembangunan dengan mengembangkan inisiatif dan kreatifitas.
Sumbangkan inisiatif dan kreatifitas dapat
disampaikan dalam rapat kelompok masyarakat atau pertemuan-pertemuan baik yang
bersifat formal maupun informal.
Dalam kelompok pertemuan-pertemuan itu akan
saling memberikan informasi antara pemerintah dengan masyarakat. Jadi dalam
partisipasi terdapat komunikasi antara pemerintah dengan masyarakat dan sesama
anggota masyarakat.
Dengan demikian dapat disimpulkan yang
dimaksud masyarakat adalah sekelompok orang yang hidup bersama dan tinggal
disuatu tempat tertentu yang menghasilan teknologi kemampuan untuk memanfaatkan
lingkungannya sebagai sumber penghidupan bersama menurut aturan tertentu.
Menurut Imron (2005) bahwa: “Partisipasi
adalah suatu term yang menunjukkan kepada adanya keikutsertaan secara nyata
dalam suatu kegiatan”. Menurut Muhajir (dalam Imron, 2005) mengatakan
menggolongkan partisipasi masyarakat ke dalam tipologinya ialah partisipasi
kuantitatif dan kualitatif, partisipasi kuantitatif menunjukkan kepada
frekuensi keikutsertaan terhadap implementasi kebijaksanaan sementara
partisipasi kualitatif menunjukkan kepada tingkat dan derajat. Menurut
Koentjoroningrat (dalam Imron, 2005) menggolongkan partisipasi masyarakat
berdasarkan posisi individu dalam kelompoknya. Pertama, partisipasi masyarakat
dalam aktivitas bersama dalam proyek khusus; kedua, partisipasi anggota
masyarakat sebagai individu adalam aktivitas bersama pembangunan.
Dalam pembangungan
partisipasi diperlukan upaya pemberdayaan masyarakat. Pemberdayaan
masyarakat mengandung pengertian memihak (targeting), mempersiapkan (enabling),
dan melindungi (protecting). Untuk itu diperlukan mitra yang
partisipatif dalam memberikan investasi. (Sri, 2007).
Pemberdayaan masyarakat desa merupakan kunci
pembangunan nasional semesta karena potensi besar 65% rakyat indonesia yang
tinggal di desa dan tempat-tempat terpencil (LIPI, 2006).
Pemberdayaan adalah bagian dari paradigma
pembangunan yang memfokuskan perhatiannya kepada semua aspek yang prinsipil
dari manusia di lingkungannya yakni mulai dari aspek intelektual (Sumber Daya
Manusia), aspek material dan fisik, sampai kepada aspek manajerial. Aspek-aspek
tersebut bisa jadi dikembangkan menjadi aspek sosial-budaya, ekonomi, politik,
keamanan dan lingkungan.
Secara konseptual pembangunan adalah segala
upaya yang dilakukan secara terencana dalam melakukan perubahan dengan fungsi
utama meningkatkan kualitas manusia. Pembangunan nasional suatu negara menerapkan
paradigma pembangunan yang bersifat materialistik atau paradigma pembangunan
sumber daya manusia.
Aspek pemberdayaan diartikan sebagai upaya
untuk mendinamisasi kelompok masyarakat yang mempunyai kapasitas produktif tapi
kurang kesempatan untuk akses pada lingkungan hidup dan usaha yang bersifat
modern tanpa harus menjadi korban transpalasi nilai dan kelembagaan asing (Ali,
2008).
2. Implementasi Kebijakan
a. Teori Kebijakan Publik
1)
Pengertian Kebijakan Publik
Secara umum,
istilah “kebijakan” atau “policy” dipergunakan untuk menunjuk perilaku
seorang aktor (misalnya seorang pejabat, suatu kelompok, maupun suatu lembaga
pemerintah) atau sejumlah aktor dalam suatu bidang kegiatan tertentu.
Pengertian kebijakan seperti ini dapat kita gunakan dan relatif memadai untuk
pembicaraan-pembicaraan yang lebih bersifat ilmiah dan sistematis menyangkut
analisis kebijakan publik. Oleh karena itu, kita memerlukan batasan atau konsep kebijakan publik yang
lebih tepat (Winarno, 2002).
Pada dasarnya terdapat banyak batasan atau definisi mengenai apa yang
dimaksud dengan kebijakan publik (public policy) dalam literatur ilmu
politik. Masing-masing definisi tersebut memberi penekanan yang berbeda-beda.
Perbedaan ini timbul karena masing-masing ahli mempunyai latar belakang yang
berbeda-beda. Semantara di sisi lain, pendekatan dan model yang digunakan para
ahli pada akhirnya juga akan menentukan bagaimana kebijakan publik tersebut
hendak didefinisikan. Istilah
kebijaksanaan atau kebijakan (policy)
didefinisikan oleh Laswell & Kaplan (Islamy, 1997), yaitu “a
projected program of goals, values
and practicies (suatu program pencapaian tujuan, nilai-nilai dan
pratek-pratek yang terarah)”.
2)
Implementasi Kebijakan
Penjelasan mengenai implementasi kebijakan
pemerintah lebih jauh ditunjukkan setelah dikemukakan beberapa pengertian yang
membentuk implementasi kebijakan itu sendiri. Implementasi merupakan salah satu
tahap dalam proses kebijaksanaan publik dalam sebuah negara. Biasanya,
implementasi dilaksanakan setelah sebuah kebijaksanaan dirumuskan dengan tujuan
yang jelas, termasuk tujuan jangka pendek, menengah dan panjang.
Jones (1984) merumuskan implementasi sebagai
“a process of getting additional recourse so as to figure out what is to be done”.
Adapun aktivitas tersebut mencakup:
(a) Organization, the establishment or
rearrangement of resources, units, and methods for putting program into effect;
(b) Interpretation,
translation of program language into acceptable and feasible plans and
directives;
(c) Application,
the rountine provision of services, payment, or oyher agreed upon program
objektives or intruments.
Dari beberapa
pemahaman yang dikemukakan di atas, terlihat dengan jelas bahwa implementasi
merupakan suatu rangkaian aktivitas dalam rangka menghantarkan kebijaksanaan
kepada masyarakat sehingga kebijaksanaan tersebut dapat membawa hasil
sebagaimana diharapkan. Rangkaian kegiatan tersebut mencakup, pertama,
persiapan seperangkat peraturan lanjutan yang merupakan interpretasi dan
kebijaksanaan tersebut. Dari sebuah
undang-undang (UU) muncul sejumlah peraturan pemerintah (PP), keputusan
presiden (Keppres), peraturan daerah (Perda), dan lain-lainnya. Kedua, menyiapkan sumberdaya guna
menggerakkan kegiatan implementasi termasuk di dalamnya sarana dan prasarana,
sumberdaya keuangan dan tentu saja penetapan siapa yang bertanggung jawab
melaksanakan kebijaksanaan tersebut. Dan
ketiga, bagaimana mengantarkan kebijaksanaan secara konkrit ke
masyarakat.
b.
Implementasi Kebijakan Publik
Implementasi kebijakan
sesungguhnya bukanlah sekedar bersangkut paut dengan mekanisme penjabaran
keputusan-keputusan politik ke dalam prosedur-prosedur rutin lewat
saluran-saluran birokrasi, melainkan menurut Grindle (1997) lebih dari itu, menyangkut masalah konflik, keputusan dan
siapa yang memperoleh apa dari suatu kebijaksanaan. Oleh karena itu tidak terlalu salah jika
dikatakan implementasi kebijakan merupakan aspek yang penting dari keseluruhan
proses kebijakan. ]
Dari penjelasan di atas,
dapat dikemukakan bahwa implementasi kebijakan sebagai proses keputusan
kebijakan yang dibuat oleh lembaga pemerintah, baik eksekutif maupun legislatif
yang diarahkan untuk pencapaian tujuan yang digariskan dalam keputusan
kebijakan tersebut. Jadi proses kebijakan baru akan dimulai apabila
tujuan-tujuan kebijakan telah ditetapkan, program pelaksanaan telah dibuat,
dana telah dialokasikan untuk mencapai tujuan itu.
Dapat disimpulkan bahwa
terdapat empat aspek penting dalam implementasi kebijakan, yaitu: (1) siapa
yang dilibatkan dalam implementasi; (2) hakekat proses administrasi; (3)
kepatuhan atas suatu kebijakan, dan (4) efek atau dampak dari isi implementasi.
Dalam implementasi
kebijakan atau pelaksanaan kebijakan terutama pelaksanaan kebijakan pemerintah,
maka wujud kegiatan orang-orang yang dipimpin itu merupakan partisipasi
masyarakat (citizen participation) yang benar-benar
merupakan syarat yang penting dan perlu (relevant)
untuk keberhasilan pelaksanaan kebijakan pemerintah.
Keberhasilan
pelaksanaan (implementasi) kebijakan tergantung pada faktor-faktor sebagai berikut
(Soenarko, 2000):
1) persetujuan, dukungan dan
kepercayaan rakyat;
2) isi dan tujuan kebijaksanaan
haruslah dimengerti secara jelas terlebih dahulu;
3) pelaksana haruslah mempunyai
cukup informasi, terutama mengenai kondisi dan kesadaran masyarakat yang dikenai
kebijakan itu;
4) pembagian pekerjaan yang
efektif dalam pelaksanaan;
5) pembagian kekuasaan dan
wewenang (decentralization) yang
rasional dalam pelaksanaan kebijaksanaan; dan
6) pemberian tugas dan kewajiban
(deconcentration) yang memadai dalam
pelaksanaan kebijakan.
Sedangkan
pelaksanaan (implementasi) kebijakan dapat gagal, tidak membuahkan hasil,
menurut Soenarko (2000) karena
antara lain:
1) teori yang menjadi dasar
kebijaksanaan itu tidak tepat;
2)
sarana yang dipilih untuk pelaksanaan tidak efektif;
3) sarana
mungkin tidak/kurang dipergunakan sebagaimana mestinya;
4) isi dari kebijakan itu
bersifat samar-samar;
5) ketidakpastian faktor intern
dan/atau faktor ekstern;
6) kebijaksanaan yang ditetapkan
itu mengandung banyak lubang;
7) dalam pelaksanaan kurang
memperhatikan masalah teknis; dan
8) adanya kekurangan akan
tersedianya sumber-sumber pembantu (waktu, uang dan sumber daya manusia).
Implementasi
adalah berkenaan dengan berbagai kegiatan yang diarahkan untuk realisasi
program, dalam hal ini administrator mengatur cara untuk mengorganisir,
menginterpretasikan, dan menerapkan kebijakan-kebijakan yang diseleksi.
3. Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri
(PNPM)
PNPM Mandiri merupakan salah satu mekanisme
program pemberdayaan masyarakat yang digunakan dalam upaya mempercepat
penanggulangan kemiskinan dan perluasan kesempatan kerja di wilayah perdesaan.
PNPM Mandiri Perdesaan mengadopsi sepenuhnya mekanisme dan prosedur Program
Pengembangan Kecamatan (PPK) yang telah dilaksanakan sejak 1998.
Program ini didasarkan pada Program
penanggulangan kemiskinan pada program nasional pemberdayaan masyarakat (PNPM)
mandiri pedesaan terdiri dari tiga kelompok program, antara lain adalah :
a.
Bantuan dan perlindungan
sosial, dengan tujuan untuk mengurangi beban pengeluaran masyarakat miskin.
Karakteristik kegiatan program yang bersifat pemenuhan hak dasar
utama individu dan rumah tangga miskin yang meliputi pendidikan, pelayanan
kesehatan, pangan, sanitasi, dan air bersih.
b.
Pemberdayaan masyarakat, dengan
tujuan untuk meningkatkan kemampuan dan pendapatan masyarakat miskin.
Karakteristik pendekatan partisipatif berdasarkan kebutuhan
masyarakat, penguatan kapasitas kelembagaan masyarakat, dan pelaksanaan
kegiatan oleh masyarakat secara swakelola dan berkelompok.
c.
Pemberdayaan Usaha Mikro dan kecil,
dengan tujuan meningkatkan tabungan dan menjamin keberlanjutan berusaha pelaku
usaha mikro dan kecil.
Karekteristik memberikan bantuan modal atau pembiayaan dalam skala
mikro, memperkuat kemandirian berusaha dan akses pada pasar, meningkatkan keterampilan
dan manajemen usaha.
4. Pengertian dan Tujuan
Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri
Program nasional pemberdayaan masyarakat
(PNPM) mandiri adalah program nasional penanggulangan kemiskinan terutama yang
berbasis pemberdayaan masyarakat. Pengertian yang terkandung mengenai program
nasional pemberdayaan masyarakat (PNPM) mandiri adalah :
a.
Program nasional pemberdayaan
masyarakat (PNPM) mandiri adalah program nasional dalam wujud kerangka
kebijakan sebagai dasar dan acuan pelaksanaan program-program penanggulangan
kemiskinan berbasis pemberdayaan masyarakat. Program nasional pemberdayaan
masyarakat (PNPM) mandiri dilaksanakan melalui harmonisasi dan pengembangan
sistem serta mekanisme dan prosedur program, penyediaan pendampingan dan pendanaan
stimulan untuk mendorong prakarsa dan inovasi masyarakat dalam upaya
penanggulangan kemiskinan yang berkelanjutan.
b.
Pemberdayaan masyarakat adalah
upaya untuk menciptakan/ meningkatkan kapasitas masyarakat, baik secara
individu maupun berkelompok, dalam memecahkan berbagai persoalan terkait upaya
peningkatan kualitas hidup, kemandirian dan kesejahteraannya. Pemberdayaan
masyarakat memerlukan keterlibatan yang besar dari perangkat pemerintah daerah
serta berbagai pihak untuk memberikan kesempatan dan menjamin keberlanjutan
berbagai hasil yang dicapai.
Sedangkan tujuan yang ingin dicapai dalam
pelaksanaan program nasional pemberdayaan masyarakat (PNPM) mandiri ini adalah
:
a.
Tujuan Umum
Meningkatnya kesejahteraan dan
kesempatan kerja masyarakat miskin secara mandiri.
b.
Tujuan Khusus
1) Meningkatnya partisipasi seluruh masyarakat,
termasuk masyarakat miskin, kelompok perempuan, komunitas adat terpencil dan
kelompok masyarakat lainnya yang rentan dan sering terpinggirkan ke dalam
proses pengambilan keputusan dan pengelolaan pembangunan.
2) Meningkatnya kapasitas kelembagaan masyarakat
yang mengakar, representatif dan akuntabel.
3) Meningkatnya kapasitas pemerintah dalam
memberikan pelayanan kepada masyarakat terutama masyarakat miskin melalui
kebijakan, program dan penganggaran yang berpihak pada masyarakat miskin (pro-poor)
4) Meningkatnya sinergi masyarakat, pemerintah
daerah, swasta, asosiasi, perguruan tinggi, lembaga swadaya masyarakat,
organisasi masyarakat dan kelompok perduli lainnya untuk mengefektifkan
upaya-upaya penanggulangan kemiskinan.
5) Meningkatnya keberadaan dan kemandirian
masyarakat serta kapasitas pemerintah daerah dan kelompok peduli setempat dalam
menanggulangi kemiskinan di wilayahnya.
6) Meningkatnya modal sosial masyarakat yang
berkembang sesuai dengan potensi sosial dan budaya serta untuk melestarikan
kearifan lokal.
7) Meningkatnya inovasi dan pemanfaatan teknologi
tepat guna, informasi dan komunikasi dalam pemberdayaan masyarakat.
5. Komponen Program
Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri
Rangkaian proses pemberdayaan masyarakat
dilakukan melalui komponen program sebagai berikut :
a.
Pengembangan Masyarakat
Komponen pengembangan masyarakat
mencakup serangkaian kegiatan untuk membangun kesadaran kritis dan kemandirian
masyarakat yang terdiri dari pemetaan potensi, masalah dan kebutuhan
masyarakat, perencanaan partisipatif, pengorganisasian, pemanfaatan sumberdaya,
pemantauan dan pemeliharaan hasil-hasil yang telah dicapai.
Untuk mendukung rangkaian kegiatan
tersebut, diesediakan dana pendukung kegiatan pembelajaran masyarakat,
pengembangan relawan dan operasional pendampingan masyarakat; dan fasilitator,
pengembangan kapasitas, mediasi dan advokasi. Peran fasilitator terutama pada
saat awal pemberdayaan, sedangkan relawan masyarakat adalah yang utama sebagai
motor penggerak masyarakat di wilayahnya.
b.
Bantuan Langsung Masyarakat
Komponen bantuan langsung masyarakat
(BLM) adalah dana stimulan keswadayaan yang diberikan kepada kelompok
masyarakat untuk membiayai sebagian kegiatan yang direncanakan oleh masyarakat
dalam rangka meningkatkan kesejahteraan terutama masyarakat miskin.
c.
Peningkatan Kapasitas
Pemerintahan dan Pelaku Lokal
Komponen Peningkatan Kapasitas
Pemerintah dan Pelaku Lokal adalah serangkaian kegiatan yang meningkatkan
kapasitas pemerintah daerah dan pelaku lokal/kelompok perduli lainnya agar
mampu menciptakan kondisi yang kondusif dan sinergi yang positif bagi
masyarakat terutama kelompok miskin dalam menyelenggarakan hidupnya secara
layak. Kegiatan terkait dalam komponen ini diantaranya seminar, pelatihan,
lokakarya, kunjungan lapangan yang dilakukan secara selektif dan sebagainya.
d.
Bantuan Pengelolaan dan
Pengembangan Program
Komponen ini meliputi
kegiatan-kegiatan untuk mendukung pemerintah dan berbagai kelompok peduli
lainnya dalam pengelolaan kegiatan seperti penyediaan konsultan manajemen,
pengendalian mutu, evaluasi dan pengembangan program.
6. Ruang Lingkup Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri
Ruang lingkup kegiatan program nasional
pemberdayaan masyarakat (PNPM) mandiri pada dasarnya terbuka bagi semua
kegiatan penanggulangan kemiskinan yang diusulkan dan disepakati masyarakat,
meliputi :
a. Penyediaan dan perbaikan sarana dan prasarana
lingkungan pemukiman, sosial dan ekonomi secara kegiatan padat karya.
b.
Penyediaan sumberdaya keuangan
melalui dana bergulir dan kredit mikro untuk mengembangkan kegiatan ekonomi
masyarakat miskin. Perhatian yang lebih besar diberikan bagi kaum perempuan
untuk memanfaatkan dana bergulir ini.
c.
Kegiatan terkait peningkatan
kualitas sumberdaya manusia, terutama yang bertujuan mempercepat pencapaian
target MDGs.
d.
Peningkatan kapasitas
masyarakat dan pemerintahan lokal melalui penyadaran kritis, pelatihan
ketrampilan usaha, manajemen organisasi dan keuangan, serta penerapan tata kepemerintahan
yang baik.
7. Pembiayaan Program
Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Pedesaan
Program nasional pemberdayaan masyarakat
(PNPM) mandiri pedesaan menyediakan dana langsung dari pusat (APBN) dan daerah
(APBD) yang disalurkan ke rekening kolektif desa di kecamatan. Masyarakat desa
dapat mempergunakan dana tersebut sebagai hibah untuk membangun sarana dan
prasarana penunjang produktivitas desa, pinjaman bagi kelompok ekonomi untuk
modal usaha bergulir, atau kegiatan sosial seperti kesehatan dan pendidikan.
Setiap penyaluran dana yang turun ke masyarakat harus sesuai dengan dokumen
yang dikirimkan ke pusat agar memudahkan penelusuran. Warga desa, dalam hal ini
TPK atau staf Unit Pengelola Kegiatan (TPK) di tingkat kecamatan mendapatkan
peningkatan kapasitas dalam pembukuan, manajemen data, pengarsipan dokumen dan
pengelolaan uang atau dana secara umum, serta peningkatan kapasitas lainnya
terkait upaya pembangunan manusia dan pengelolaan pembangunan wilayah pedesaan.
Dalam pelaksanaannya, pengalokasikan dana
bantuan langsung bagi masyarakat (BLM) program nasional pemberdayaan masyarakat
(PNPM) mandiri perdesaan dilakukan melalui skema pembiayaan bersama (cost
sharing) antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (Pemda), seperti
yang telah berhasil dilakukan dalam program pengembangan kecamatan (PPK III
pada tahun 2005 sampai tahun 2007 dan program nasional pemberdayaan masyarakat
(PNPM). Besarnya cost sharing ini disesuaikan dengan kapasitas fiskal
masing-masing daerah, sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan No.
73/ PMK.02/2006 per 30 Agustus 2006.
Melihat kegiatan program nasional
pemberdayaan masyarakat (PNPM) mandiri pedesaan yang ditargetkan untuk
mempercepat penanggulangan kemiskinan dan memperluas kesempatan kerja bagi
masyarakat di pedesaan, maka program ini telah menerima dana hibah yang cukup
besar dari sejumlah lembaga dan negara pemberi bantuan. Melalui program
pengembangan kecamatan (PPK) dan program nasional pemberdayaan masyarakat
(PNPM) hingga 2007, program nasional pemberdayaan masyarakat (PNPM) mandiri
perdesaan telah menghimpun lebih dari 168,3 dolar AS dalam bentuk trust
funds dan hibah dari berbagai Negara atau lembaga penyandang dana. Hibah
atau trust funds tersebut merupakan wujud dukungan dan kepercayaan atas
keberhasilan program pemberdayaan masyarakat terbesar di Indonesia ini.
Dana bergulir secara khusus untuk
pengembangan ekonomi masyarakat dikelola oleh Unit Pengelola Ekonomi hanya
dapat digunakan untuk:(1) pinjaman untuk kegiatan prasarana yang bersifat
individual, misalnya untuk perbaikan rumah, pembuatan Toilet dan lain lain.
Dana bergulir ini juga dapat digunakan untuk kepentingan lingkungan dan sosial,
seperti beasiswa dan pelatihan khusus untuk warga tidak miskin; (2) pinjaman
untuk kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) yang membutuhkan dana untuk kegiatan
produktif yang dijalankan oleh para anggotanya (Sutjiono, 2005).
Adanya program pemerintah untuk mengatasi
rendahnya investasi, pengangguran dan kemiskinan, yaitu program pemihakan
ekonomi yang bersifat pemberdayaan golongan ekonomi lemah dan pengadaan
infrastruktur yang mendukung. Pemihakan pada golongan ini adalah pemberdayaan
usaha mikro dan kecil. Pada masa krisis di tahun 1997/1998, usaha mikro dan
kecil dianggap sebagai katup penyelamat ekonomi Indonesia. Bank menyalurkan dananya
berupa kredit ke sektor usaha mikro dan kecil karena memandang adanya peluang
bisnis yang besar di sektor ini (Ade,
2006).
8. Sasaran
Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Pedesaan
Sasaran program nasional pemberdayaan masyarakat
(PNPM) mandiri pedesaan yang berpihak pada orang miskin. Menurut Zikrullah
(2000) kemiskinan adalah konsep yang cair, tidak pasti, dan mutidimensional.
Oleh karena itu, banyak terdapat terminologi kemiskinan baik yang dikemukakan
oleh pakar secara individu maupun secara kelembagaan. Dalam pengertian
konvensional, kemiskinan (hanya) dimaknai sebagai permasalahan pendapatan (income)
individu, kelompok, komunitas, masyarakat yang berada dibawah garis
kemiskinan. Dengan teori ini, sekurang-kurangnya ada enam macam kemiskinan yang
perlu difahami oleh pihak-pihak yang menaruh perhatian terhadap penanganan
kemiskinan, yaitu: (1) kemiskinan subsitensi, penghasilan rendah, jam kerja
panjang, perumahan buruk, fasilitas air bersih mahal; (2) kemiskinan perlindungan,
lingkungan buruk, (sanitasi, sarana pembuangan sampah, polusi), kondisi kerja
buruk, tidak ada jaminan atas hak pemilikan tanah; (3) kemiskinan pemahaman,
kualitas pendidikan formal buruk, terbatasnya akses atas informasi yang
menyebabkan terbatasnya kesadaran akan hak, kemampuan dan potensi untuk
mengupayakan perubahan; (4) kemiskinan partisipasi, tidak ada akses dan kontrol
atas proses pengambilan keputusan yang menyangkut nasib diri dan komunitas; (5)
kemiskinan identitas, terbatasnya perbauran antara kelompok social,
terfragmentasi; (6) kemiskinan kebebasan, stress, rasa tidak berdaya, tidak
aman baik ditingkat pribadi maupun komunitas.
Menurut Cox (2004) bahwa seseorang dikatakan
miskin jika tingkat pendapatannya (hanya) berada di bawah garis kemiskinan.
Oleh karena itu, upaya penanganan kemiskinan yang dilakukan pada negara dunia
ketiga baik oleh pemerintah maupun organisasi non pemerintah, kebanyakan
(hanya) bertumpu pada upaya peningkatan pendapatan. Itu sebabnya, berbagai
upaya penanganan kemiskinan itu tidak menyelesaikan masalah dan cenderung
gagal.
Menurut Sumodiningrat (2004) penentuan garis
kemiskinan dengan menggunakan indikator ekonomi versi BPS, Bank Dunia,lembaga
penelitian dan pengkajian,yakni Garis kemiskinan dapat dihitung dengan tiga
pendekata, yakni : (1) Pendekatan Produksi (production Approach),
misalnya produksi padi perkapita hanya dapat menggambarkan kegiatan produksi
tanpa memperhatikan pemenuhan kebutuhan hidup. (2) Pendekatan Pendapatan (Income
Approach), yakni pendekatan melalui pendapatan rumah tangga. Pendekatan ini
sangat baik, namun sering mengalami kendala yaitu dalam pengumpulan data
pendapatan rumah tangga secara akurat serta pencatatan terhadap jumlah
pendapatan yang diterima oleh setiap rumah tangga secara akurat. (3) Pendekatan
Pengeluaran (Expenditure Approach), yaitu pendekatan yang digunakan
untuk mengatasi pendekatan terhadap pendapatan. Tingkat pengeluaran ini dapat
digunakan sebagai proxy atau pendekat dari pendapatan rumah tangga. Pengeluaran
yang dikeluarkan oleh rumah tangga untuk memenuhi kebutuhan konsumsi adalah
2.100 kalori perkapita/hari.
E. Definisi Konsepsional
Konsep merupakan unsur penelitian
yang penting dan merupakan definisi yang dipakai oleh para peneliti untuk
menggambarkan secara abstrak mengenai suatu fenomena (Singarimbun &
Effendi, 2006).
1.
Peran Swadaya Masyarakat
Peranan merupakan aspek yang dinamis dari
kedudukan (status). Apabila seseorang yang melakukan hak dan kewajibannya
sesuai dengan kedudukannya, maka dia menjalankan suatu peranan (Soekanto 2007).
Swadaya Masyarakat adalah kemampuan dari
suatu kelompok masyarakat dengan kesadaran dan inisiatif sendiri mengadakan
usaha ke arah pemenuhan kebutuhan jangka pendek maupun jangka panjang yang
dirasakan dalam masyarakat itu.
Peran swadaya masyarakat adalah
keikutsertaan kelompok swadaya masyarakat dalam pembangunan nasional sebagai
aspek dinamis dari kedudukan dan statusnya dalam masyarakat.
2.
Implementasi (Pelaksanaan ) Program
PNPM Mandiri Perdesaan (PNPM MD)
Implementasi program PNPM Mandiri Perdesaan
(PNPM MD) adalah suatu rangkaian aktivitas dalam rangka menghantarkan
kebijaksanaan kepada masyarakat sehingga kebijaksanaan tersebut dapat membawa
hasil sebagaimana diharapkan. Program nasional pemberdayaan masyarakat (PNPM)
mandiri adalah program nasional penanggulangan kemiskinan terutama yang
berbasis pemberdayaan masyarakat.
F. Definisi Operasional
1.
Peran Swadaya Masyarakat
Peran swadaya masyarakat adalah
keikutsertaan kelompok dalam masyarakat yang mempunyai kemampuan dalam
pembangunan, yang diukur dari indikator:
a.
Swadaya
masyarakat dalam perencanaan pembangunan
b.
Swadaya masyarakat dalam pelaksanaan program-program pembangunan
c.
Swadaya masyarakat dalam pengawasan pelaksanan program-program
pembangunan
d.
Swadaya masyarakat dalam evaluasi program-program pembangunan
2.
Pelaksanaan PNPM MD
Pelaksanaan PNPM MD merupakan realisasi dari
tujuan pelaksanaan program pembangunan melalui PNPM Mandiri yang efektifitas
keberhasilannya dapat dilihat dari indikator :
a.
PNPM
mandiri dapat membantu pembangunan di pedesaan
b.
PNPM
mandiri dapat meningkatkan kemampuan ekonomi masyarakat pedesaan
c.
PNPM mandiri dapat menumbuhkan pemberdayaan masyarakat pedesaan
d.
PNPM
mandiri dapat mereleasisasikan program-program pembangunan
G. Tipe Penelitian
Tipe penelitian
ini bersifat deskriptif yaitu penelitian yang menggambarkan suatu masalah
secara eksploratif dan bagaimana suatu peristiwa terjadi (Gulo, 2008). Pendekatan
yang digunakan dalam penelitian adalah pendekatan kualitatif, yaitu pendekatan
yang mengobservasi sasaran penelitian secara rinci menuju generalisasi dan
ide-ide yang abstrak (Raco, 2008).
Paradigma dalam
penelitian kualitatif menggunakan paradigma fenomenologi yaitu suatu cara
pandang terhadap subyek penelitian dengan berusaha memahami arti peristiwa dan
kaitan-kaitannya terhadap orang-orang yang berada dalam situasi tertentu
(Moleong, 2008).
B.
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini
dilakukan di Kecamatan Sragi Kabupaten Pekalongan pada bulan Januari 2012.
Penelitian dilakuakn berdasarkan tahap-tahap sebagai berikut perencanaan,
pengumpulan data, pengolahan data, analisa data dan penyusunan laporan
penelitian yang diuraikan tabel berikut ini:
Tabel Jadwal
Penelitian
No
|
Kegiatan
|
Juni 2011
|
Juli-Des 2011
|
Jan 2012
|
Peb 2012
|
1.
|
Persiapan/
perencanaan
|
|
|
|
|
2.
|
Pembuatan proposal
|
|
|
|
|
3.
|
Pelaksanaan
|
|
|
|
|
4.
|
Penulisan hasil
laporan
|
|
|
|
|
C.
Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi adalah semua bagian atau anggota dari
obyek yang akan diamati. Populasi dapat berupa orang, benda, obyek, peristiwa
atau apa pun yang menjadi obyek penelitian (Eriyanto, 2007). Populasi
penelitian ini adalah pelaksana dan penerima porgram PNPM MD di Kecamatan Sragi
Kabupaten Pekalongan yaitu sebanyak ……………orang.
Jumlah penerima program PNPM MD
se-kecamatan Sragi adalah…. Orang (sumber: ….). Adapun jumlah pelaksana program
PNPM MD di kecamatan Sragi adalah… (sumber:…..)
Sampel penelitian adalah pelaksana dan penerima
PNPM MD di Kecamatan Sragi Kabupaten Pekalongan. Teknik pengambilan sampel
menggunakan purposive sampling, yaitu
suatu pengambilan sampel dengan cara memilih elemen-elemen untuk menjadi
anggota sampel berdasarkan pada pertimbangan yang tidak acak, biasanya sangat
subyektif (Supranto, 2007). Pengambilan sampel berdasarkan pertimbangan
tertentu yaitu orang yang mempunyai kompetensi untuk memberikan informasi
tentang permasalahan penelitian. Pengambilan sampel dihentikan bila sudah tidak
ditemukan data baru. Berdasarkan alasan
tersebut maka peneliti menentukan jumlah sampel dari sisi pelaksana PNPM MD
adalah…… orang dan jumlah sampel dari sisi penerima PNPM MD adalah…..
orang.
D.
Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data menggunakan pedoman wawancara
dan dilakukan dengan wawancara mendalam yaitu wawancara yang lebih memfokuskan
pada persoalan-persoalan yang menjadi pokok dari minat penelitian. Pedoman
wawancara memberikan pedoman mengenai data mana yang akan lebih dipentingkan
sehingga lebih mempermudah langkah-langkah sistematisasi data (Pawito,
2007).
E.
Analisa Data
Analisis data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah model interaktif. Heberman & Miles
(1994) dalam Endraswara (2006) analisis data adalah model interaktif melalui
tiga proses yaitu (1) reduksi data, (2) pemaparan, (3) simpulan melalui
pelukisan atau verivikasi.
Langkah reduksi
data melibatkan beberapa tahap,. Tahap pertama, melibatkan langkah-langkah
editing, pengelompokan dan meringkas data. Pada tahap kedua, peneliti menyusun
kode-kode dan catatan-catatan (memo) mengenai berbagai hal termasuk berkenaan
dengan aktivitas serta proses-proses sehingga peneliti dapat menemukan
tema-tema, kelompok-kelompok dan pola-pola data. Tahap akhir dari reduksi data,
peneliti menyusun rancangan konsep-konsep (mengupayakan konseptualisasi) serta
penjelasan-penjelasan berkenaan dengan tema, pola atau kelompok data
bersangkutan (Parwito, 2008).
F.
Sistematika Penulisan Skripsi
Sistematika
penulisan skripsi meliputi:
PENDAHULUAN
Dalam pendahuluan ini akan dibahas:
latar belakang masalah, tujuan dan manfaat penelitian, ruang lingkup
permasalahan, kerangka dasar teori, definisi konsep, definisi operasional,
metodologi penelitian dan sistematika penulisan skripsi.
BAB
I DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN
Bab
ini berisi tentang gambaran objek penelitian, seperti program PNPM MD dan jenis
kegiatan program PNPM MD di Kecamatan Sragi Kabupaten Pekalongan
BAB
II TINJAUAN TEORI
Bab
II berisi teori peran swadaya masyarakat, implementasi kebijakan, program PNPM
MD.
BAB III HASIL
PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Bab ini memberikan gambaran hasil penelitian yang ditelah
dilakukan dan pembahasannya.
BAB IV PENUTUP
Bab memberikan kesimpulan dari hasil penelitian terdiri
dari kesimpulan dan saran bagi pihak-pihak terkait.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN