Monday, 27 October 2014

MANAJEMEN PELAYANAN PUBLIK



MANAJEMEN PELAYANAN
Manajemen:
Seni dan ilmu POAC daripada SDM untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Pelayanan:
Suatu/serangkaian aktivitas yang bersft tidak kasat mata (tdk dpt diraba) yg tjd sbg akibat adanya interaksi ant konsumen/pelanggan dgn karyawan/ hal-hal lain yg disediakan oleh persh pemberi layanan yg dimksdkan utk memecahkan masalah konsumen/pelanggan (Gronroos, 1990).

Manajemen Pelayanan:
Proses penerapan ilmu dan seni untuk menyusun rencana, meng-implementasikan rencana, mengkoordinasikan dan menyelesaikan aktivitas2 pelayanan demi tercapainya tujuan2 pelayanan.

PELAYANAN PUBLIK; PELAYANAN UMUM; PELAYANAN PEMERINTAH; PELAYAYANAN PERIJINAN.
Konsepsi pelayanan adm pemerintahan dipergunakan scr simultan/ dipakai sbg sinonim dr konsepsi pelayanan perijinan, pelayanan umum, dan pelayanan publik (terjemahan dari public service).

Administrative Service = adm pemerintahan =/sinonim adm pelayanan perijinan.
Public Service = pelayanan umum/pelayanan publik.

Keputusan MENPAN No.63/2003:
Pelayanan Umum:
Sgl btk pelayanan yg dilaksanakan oleh instansi pemerintah (pusat/ daerah) dan di lingk BUMN/BUMD dlm btk barang dan/jasa, baik dalam rangka upaya pemenuhan kebuth masy maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pelayanan Publik/PU: sgl btk jasa pelayanan, baik dlm btk brg publik maupun jasa publik yg pd prinsipnya mjd tangg jwb dan dilaks oleh instansi pem (pusat/daerah) dan di lingk  BUMN/BUMD, dlm rangka upaya pemenuhan kebuth masy maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pelayanan adm pemerintahan/pelayanan perijinan: sgl btk jasa pelayanan yg pd prinsipnya mjd tangg jwb dan dilaks oleh instansi pem (pusat/daerah) dan di lingk  BUMN/BUMD, dlm rangka upaya pemenuhan kebuth masy maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan.



Pemenuhan Kebuth Masy:
Exp:
Upaya kantor Pertanahan utk memberikan jaminan kepastian hukum atas kepemilikan tanah dgn menerbitkan Sertifikat/Akta Tanah.
Pelayanan transportasi, penyediaan listrik, air bersih, dsb.

Pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan:
Exp:
Setiap pengendara motor harus memiliki SIM → diselenggarakan pelayanan pengadaan SIM; dsb.

KLASIFIKASI BARANG DAN JASA
Howlett dan Ramesh (1995) membedakan brg/jasa mjd 4 macam berdasar derajat eksklusivitasnya (apakah suatu brg/jasa hanya dpt dinikmati scr ekslusiv oleh satu orang saja) dan derajat keterhabisan-nya (apakah suatu brg/jasa habis terkonsumsi atau tidak setelah terjadi transaksi ekonomi):
1.    Barang/jasa Privat:
Brg/jasa yg derajat eksklusivitas dan derajat keterhabisannya sangat tinggi.
2.    Barang/jasa Publik:
Brg/jasa yg derajat eksklusivitas dan derajat keterhabisannya sangat rendah.
3.    Peralatan Publik (brg/jasa semi publik):
Brg/jasa yg derajat eksklusivitasnya tinggi, tetapi tkt keterhabisan-nya rendah.
4.    Barang/jasa milik Bersama:
Brg/jasa yg derajat eksklusivitasnya rendah, tetapi tkt keterhabisan-nya tinggi.

TAKSONOMI BARANG DAN JASA

Tingkat
Tingkat Eksklusivitas
Keterhabisan
Rendah
Tinggi
Tinggi
Barang/jasa milik Bersama
Barang/jasa Privat
Rendah
Barang/jasa Publik
Peralatan Publik
Barang/jasa semi Publik





PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK/PELAYANAN UMUM
Ø  Pelayanan publik/pelayanan umum oleh organisasi publik:
ü  Yang bersifat primer
ü  Yang bersifat sekunder
Ø  Pelayanan publik/pelayanan umum oleh organisasi privat
ü Pelayanan publik oleh pemerintah dan bersifat primer: semua penyediaan barang/jasa yang diselenggarakan oleh pemerintah yang di dalamnya pemerintah merupakan satu-satunya penyelenggara, dan pengguna mau tidak mau harus memanfaatkannya
ü Pelayanan publik oleh pemerintah dan bersifat primer:  semua penyediaan barang/jasa yang diselenggarakan oleh pemerintah, tetapi di dalamnya pengguna tidak harus mempergunakannya karena adanya beberapa penyelenggara pelayanan.
ü Pelayanan publik yang diselenggarakan oleh privat: semua penyediaan barang/jasa publik yang diselenggarakan oleh swasta.
Lima karakteristik pembeda jenis penyelenggaraan pelayanan publik:
1.     Adaptabilitas layanan: derajat perubahan layanan sesuai dengan tuntutan perubahan yang diminta oleh pengguna.
2.     Posisi tawar menawar pengguna: semakin tinggi posisi tawar menawar pengguna, semakin tinggi pula peluang pengguna untuk meminta pelayanan yang lebih baik.
3.     Tipe pasar: menggambarkan jumlah penyelenggara pelayanan yang ada, dan hubungannya dengan pengguna.
4.     Locus kontrol: siapa yang memegang kontrol atas transaksi, pengguna atau penyelenggara pelayanan.
5.     Sifat pelayanan: kepentingan pengguna atau penyelenggara pelayanan yang lebih dominan.

KARAKTERISTIK PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK


Penyelenggara Pelayanan Publik
Karakteristik

Publik

Privat
Primer
Sekunder
Adaptabilitas
Sangat tinggi
Sangat rendah
Rendah
Posisi tawar klien
Sangat tinggi
Sangat rendah
Rendah
Bentuk/tipe pasar
Kompetisi
Monopoli
Oligopoli
Locus kontrol
Klien
Pemerintah
Provider
Sifat pelayanan
Dikendalikan
oleh Klien
Dikendalikan oleh pemerintah
Dikendalikan
oleh provider

URGENSI MANAJEMEN PELAYANAN
Tiga hal yang mengakibatkan Manj Pelayanan mjd suatu kajian yang sangat penting utk dipelajari:
  1. Berlakunya UU No.22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah dan UU No.25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah; yang kemudian kedua UU tsb direvisi dgn UU No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan UU No.33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Dgn berlakunya UU tsb akan semakin banyak aktivitas yg hrs ditangani oleh Daerah, shg aparat di Daerah dituntut utk dpt memahami dan mempraktekkan ilmu Manajemen Pelayanan.
  2. Berlakunya UU No. 32 dan 33 Tahun 2004 tsb mengakibatkan interaksi antara aparat Daerah dan masyarakat menjadi lbh intens; hal ini juga ditambah dgn makin kuatnya tuntutan demokratisasi dan pengakuan akan HAM yg akan melahirkan kuatnya tuntutan terhadap manaj pelayanan yg berkualitas.
  3. Globalisasi dan era perdagangan bebas menyebabkan batas2 antar negara menjadi kabur dan kompetisi mjd sangat ketat. Hal ini menuntut kemampuan manj pelayanan yg sangat tinggi utk dpt  tetap eksis dan mampu bersaing.


PRINSIP PELAYANAN PUBLIK
1.          Kesederhanaan : prosedurnya tidak berbelit-belit, mudah dipahami dan dilaksanakan.
2.          Kejelasan: jelas dalam hal: persyaratan teknis dan administratif; unit kerja/pejabat yang berwenang dan bertanggungjawab dalam memberikan pelayanan dan penyelesaian keluhan/persoalan dalam pelaksanaan pelayanan publik; serta rincian biaya dan tata cara pembayarannya.
3.          Kepastian waktu: dapat diselesaikan dalam kurun waktu yang telah ditentukan.
4.          Akurasi: produknya diterima dengan benar, tepat dan sah.
5.          Keamanan: proses dan produknya memberikan rasa aman dan kepastian hukum.
6.          Tanggungjawab: penyelenggara bertanggungjawab atas penyelenggaraan pelayanan dan penyelesaian persoalan yang timbul.
7.          Kelengkapan sarana dan prasarana: tersedia sarana dan prasarana kerja, peralatan kerja dan pendukung lainnya yang memadai termasuk penyediaan sarana teknologi telekomunikasi dan informatika.
8.          Kemudahan akses: tempat, lokasi dan sarana pelayanan yang memadai, mudah dijangkau dan dapat memanfaatkan teknologi telekomunikasi dan informatika.
9.          Kedisiplinan, kesopanan, dan keramahan: pemberi layanan harus bersikap disiplin, santun, serta ikhlas.
10.       Kenyamanan: lingkungan pelayanan harus tertib, teratur, nyaman, bersih, rapi, serta dilengkapi dengan berbagai fasilitas pendukung pelayanan.


Standar Pelayanan Publik
Setiap penyelenggaraan pelayanan publik harus memiliki standar pelayanan dan dipublikasikan sebagai jaminan adanya kepastian bagi penerima pelayanan; dan standar pelayanan tersebut harus ditaati oleh pemberi atau penerima pelayanan.

Standar Pelayanan:
1.          Prosedur pelayanan: prosedur pelayanan yang dibakukan bagi pemberi/ penerima pelayanan termasuk pengaduan.
2.          Waktu penyelesaian: ditetapkan sejak saat pengajuan permohonan sampai dengan penyelesaian termasuk pengaduan.
3.          Biaya pelayanan: biaya/tarif pelayanan termasuk rinciannya yang ditetapkan dalam proses pemberian pelayanan.
4.          Produk pelayanan: hasil pelayanan yang akan diterima sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.
5.          Sarana dan prasarana: penyediaan sarana dan prasarana pelayanan yang memadai oleh penyelenggara pelayanan.
6.          Kompetensi petugas pemberi pelayanan: harus ditetapkan dengan tepat berdasarkan pengetahuan, keahlian, ketrampilan, sikap dan perilaku yang dibutuhkan.

Pola Penyelenggaraan Pelayanan Publik
Empat pola pelayanan:
1.          Fungsional: diberikan oleh penyelenggara pelayanan sesuai dengan tugas, fungsi dan kewenangannya.
2.          Terpusat: diberikan secara tunggal oleh penyelenggara pelayanan berdasarkan pelimpahan wewenang dari penyelenggara pelayanan terkait lainnya ybs.
3.          Terpadu: (1) Terpadu satu atap:diselenggarakan dalam satu tempat yang meliputi berbagai jenis pelayanan yang tidak mempunyai keterkaitan proses dan dilayani melalui beberapa pintu. (2) Terpadu satu pintu: diselenggarakan dalam satu tempat yang meliputi berbagai jenis pelayanan yang memiliki keterkaitan proses dan dilayani melalui satu  pintu.
4.          Gugus tugas: petugas pelayanan publik secara perorangan atau dalam bentuk gugus tugas ditempatkan pada instansi pemberi pelayanan dan lokasi pemberi pelayanan tertentu.

Biaya Pelayanan  Publik
Penetapan besaran biaya pelayanan  perlu memperhatikan hal-hal berikut:
1.          Tingkat kemampuan dan daya beli masyarakat.
2.          Nilai/harga yang berlaku atas barang dan / jasa.
3.          Rincian biaya harus jelas untuk jenis pelayanan yang memerlukan tindakan seperti penelitian, pemeriksaan, pengukuran dan pengajuan.
4.          Ditetapkan oleh pejabat yang berwenang dan memperhatikan prosedur sesuai ketentuan peraturan per UUan.
FAKTOR MANAJERIAL PENENTU KUALITAS PELAYANAN
1.          Kuatnya posisi tawar menawar pengguna jasa pelayanan
2.          Berfungsinya mekanisme voice
3.          Birokrat yang berorientasi pada kepentingan masyarakat, khususnya pengguna jasa.
4.          Terbangunnya kultur pelayanan dalam organisasi pemerintah yang bertugas memberikan pelayanan.
5.          Diterapkannya sistem pelayanan yang mengutamakan kepentingan masyarakat pengguna jasa pelayanan.

Kuatnya posisi tawar menawar pengguna jasa pelayanan
Pelayanan publik yang berkualitas mensyaratkan adanya kesetaraan hubungan /kesetaraan  posisi tawar menawar antara pemberi dan penerima pelayanan. Penguatan posisi tawar menawar pengguna jasa pelayanan antara lain dapat dilakukan dengan memberitahukan dan mensosialisasikan hak-hak dan kewajiban pemberi maupun pengguna jasa pelayanan (konsep citizen’s charter).

Berfungsinya mekanisme voice
Pengguna pelayanan harus diberi kesempatan untuk mengekspresikan ketidakpuasan-nya atas pelayanan yang diterima.

Birokrat yang berorientasi pada kepentingan masyarakat, khususnya pengguna jasa.
Faktor utama dalam manajemen pelayanan publik adalah SDM atau birokrat yang bertugas memberi pelayanan. Untuk itu peningkatan kualitas SDM mutlak diperlukan; sehingga kepentingan pengguna jasa pelayanan mendapatkan perhatian secara proporsional (birokrat lebih mengutamakan kepentingan masyarakat pengguna jasa pelayanan ketimbang kepentingan dirinya sendiri).

Terbangunnya kultur pelayanan dalam organisasi pemerintah yang bertugas memberikan pelayanan.
Hal lain yang sangat krusial dalam peningkatan kualitas pelayanan publik adalah berkembangnya kultur pelayanan dalam diri birokrat. Sehebat apapun kualitas SDM yang ada, kalau tidak memiliki kultur pelayanan, kehebatannya itu justru seringkali akan dipakai untuk membodohi masyarakat pengguna jasa.




Diterapkannya sistem pelayanan yang mengutamakan kepentingan masyarakat pengguna jasa pelayanan.
Faktor lain yang juga sangat penting dalam manajemen pelayanan publik adalah beroperasinya sistem pelayanan yang berorientasi pada kepentingan masyarakat. Pelayanan dapat menjadi sangat tidak berkualitas apabila sistem yang diterapkan tidak memihak pada kepentingan pengguna jasa.

MODEL MANAJEMEN PELAYANAN
Interaksi antara 5 faktor tersebut akan membentuk model manajemen pelayanan sebagai berikut:
Mekanisme Voice

    Media          LSM                         Organisasi Profesi                            Ombudsmen


KULTUR
ORGANISASI
 
SISTEM
PELAYANAN
 
SDM
PELAYANAN
 
PENGGUNA
JASA
PELAYANAN
 
                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                           
        Mekanisme Voice

            Media             LSM            Organisasi Profesi                      Ombudsmen




Manajemen pelayanan yang baik (berkualitas) hanya akan terwujud apabila penguatan posisi tawar pengguna jasa pelayanan mendapatkan prioritas yang utama. Dengan demikian, pengguna jasa pelayanan diletakkan di pusat (sentral) yang memperoleh dukungan dari: sistem pelayanan yang mengutamakan kepentingan publik, khususnya pengguna jasa; kultur pelayanan dalam organisasi penyelenggara pelayanan; dan SDM yang berorientasi pada kepentingan pengguna jasa . Penguatan posisi tawar yang dimaksudkan untuk menyeimbangkan hubungan antara penyelenggara dan pengguna jasa pelayanan ini juga diimbangi dengan berfungsinya mekanisme voice yang dalam hal ini dapat diperankan oleh media massa, LSM, organisasi profesi, serta ombudsmen atau lembaga banding.          

TEORI MANAJEMEN PELAYANAN
1.       Momen Kritis Pelayanan / Moment of Truth  (Albrecht & Bradford ,1990).
Ia mendefinisikannya sebagai kontak yang terjadi antara konsumen dengan setiap aspek organisasi yang akan membentuk opini konsumen tentang kualitas pelayanan yang diberikan oleh organisasi tersebut. Untuk menciptakan pelayanan yang berkualitas, setiap organisasi harus mengidentifikasikan dan mengelola momen kritis pelayanan tersebut secara baik. Dengan kata lain, harus ada kesesuaian/kompatibilitas antara 3 faktor dalam pengelolaan momen kritis pelayanan; yaitu:
a.      konteks pelayanan (service context)
b.      referensi yang dimiliki konsumen (customer’s frame of reference)
c.      referensi yang dimiliki anggota organisasi penyelenggara pelayanan (employee’s frame of reference).

THE MOMENT of TRUTH MODEL














SERVICE
 CONTEXT
 



Input


Attitudes

Values
Beliefs
Wants
Feelings
Expectations
 

Input


Attitudes

Values
Beliefs
Wants
Feelings
Expectations
 



CUSTOMER’S FRAME OF REFERENCE
 

EMPLOYEE’S
FRAME OF REFERENCE
 



MOMENT
Of  TRUTH
 
















Sumber: Albrecht & Bradford ,1990: 37.

2.       Lingkaran Pelayanan / The Cycles of Service  (Albrecht & Bradford ,1990).
Untuk dapat memberikan pelayanan yang prima, pandangan produsen dan konsumen harus sama. Hal ini sulit diwujudkan karena biasanya organisasi penyelenggara sudah merumuskan sistem dan prosedur pelayanan. Untuk mengatasi hal tersebut, Albrecht & Bradford, merumuskan konsep lingkaran pelayanan yang berarti serangkaian momen kritis pelayanan yang dialami oleh konsumen ketika ia memanfaatkan jasa layanan tersebut.


LINGKARAN PELAYANAN DI PLAZA

AKHIIR LINGKARAN             AWAL LINGKARAN
Text Box: Cari tempat parkir,Text Box: Masuk toko,Text Box: Disapa Satpam,Text Box: Ambil trolly,Text Box: Memilih belanjaan,Text Box: Minta tolong penjaga toko,Text Box: Membaca denah toko,Text Box: Mengunjungi 
Counter obat
,Text Box: Antri keluar,Text Box: Menunggu,Text Box: Disapa kasir,Text Box: Membayar,Text Box: Keluar toko,Text Box: Disapa Satpam ,Text Box: Ke arena
parkir 
 




















Dari model tersebut terlihat bahwa, bagi konsumen hampir setiap detik adalah momen kritis pelayanan yang mungkin tidak disadari oleh penyelenggara pelayanan dan orang-orang yang ada di dalamnya. Konsep lingkaran pelayanan ini dapat digunakan untuk mengidentifikasi momen-momen kritis pelayanan yang harus dikelola secara profesional.
3.       Teori Exit & Voice (Albert Hirschman)
Menurut teori ini, kinerja pelayanan publik dapat ditingkatkan apabila ada mekanisme  exit dan voice. Mekanisme exit  mengandung arti bahwa jika  pelayanan publik tidak berkualitas, maka konsumen/klien harus memiliki kesempatan untuk memilih lembaga penyelenggara pelayanan publik lain yang disukainya. Mekanisme voice berarti ada kesempatan untuk mengungkapkan ketidakpuasan kepada lembaga penyelenggara pelayanan publik
Penghambat mekanisme exit:
ü  kekuatan pemaksa dari negara
ü  tidak tersedianya lembaga penyelenggara pelayanan publik alternatif
ü  tidak tersedianya biaya untuk menciptakan lembaga penyelenggara pelayanan publik alternatif
Penghambat mekanisme voice:
ü  pengetahuan dan kepercayaan terhadap mekanisme yang ada
ü  aksesbilitas dan biaya untuk mempergunakan mekanisme tersebut.
Dengan demikian untuk meningkatkan pelayanan publik diperlukan adanya kesetaraan posisi tawar antara klien dengan lembaga penyelenggara layanan. Kesetaraan posisi tawar dapat dicapai dengan:
ü  Memberdayakan klien
ü  Mengontrol kewenangan/kekuasaan lembaga penyelenggara pelayanan.

Keseimbangan posisi tawar antara klien dengan lembaga penyelenggara pelayanan dapat dicapai dengan menerapkan konsep-konsep (salah satu atau beberapa konsep yang sesuai dengan karakteristik pelayanan umum yang diselenggarakan) sebagai berikut:
a.          Customer’s charter:
b.          Customer service standard
c.          Customer redress
d.          Quality guarantees
e.          Quality inspectors
f.           Customer complaint systems
g.          Ombudsmen
h.          Competitive public choice systems
i.            Vouchers and reimbursement programs
j.            Customer information systems and brokers
k.          Competitive bidding
l.            Competitive benchmarking
m.        Privatization
n.          Sistem penggajian berdasarkan prestasi
o.          Sistem kerja berdasarkan kontrak
p.          Sistem Evaluasi kerja tiga ratus enam puluh derajat (3600).

4.       Model Segitiga Pelayanan (The Service Triangle)
Organisasi-organisasi yang bergerak di bidang pelayanan yang sangat berhasil memiliki tiga kesamaan, yaitu:
ü  strategi pelayanan yang tersusun secara baik
ü  orang di lini depan berorientasi pada pelanggan
ü  sistem pelayanan yang ramah.
Setiap organiisasi penyelenggara pelayanan harus mengelola tiga faktor tersebut untuk mewujudkan kepuasan pelanggan. Interaksi ketiga faktor tersebut dengan pelanggan akan menentukan keberhasilan manajemen dan kinerja pelayanan organisasi.

                                                              Strategi












 




                                                             Pelanggan


 
           SISTEM                                                                                               SDM
                                                                                     




5.       Model Gap (Zeithaml, Parasuraman & Berry, 1990).
Ketiga pakar ini mengemukakan bahwa manajemen pelayanan yang baiktidak dapat terwujud karena adanya 5 (lima) gap, yaitu
a.      Gap 1 (gap persepsi manajemen)
b.      Gap 2 (gap persepsi kualitas)
c.      Gap 3 (gap penyelenggaraan pelayanan)
d.      Gap 4 (gap komunikasi pasar)
e.      Gap 5 (gap kualitas pelayanan)





The Conceptual Model of Service Quality

Customers


 







                                                     Gap 5






Perceived
Servive

 


 




                                                                  Gap 4
External communications
To customers

 
Servive
delivery

 
Providers


 
                  Gap 1
                                                 Gap 3


 




                                            Gap 2


Management perception
of customer expection

 
 






Gap 1 (gap persepsi manajemen): terjadi apabila terdapat perbedaan antara  konsumen dengan persepsi manajemen mengenai harapan-harapan konsumen. Exp: harapan konsumen mendapatkan pelayanan prima (harga tidak mjd soal); sebaliknya manajemen mempunyai persepsi bahwa konsumen mengharapkan harga yg murah meskipun kualitasnya agak rendah.

Gap 2 (persepsi kualitas) : tjd apbi terdpt perbedaan antara persepsi manajemen ttg harapan2 konsumen dgn spesifikasi kualitas pelayanan yang dirumuskan.

Gap 3 (penyelenggaraan pelayanan) : tjd jika pelayanan yang diberikan berbeda dgn spesifikasi yang telah dirumuskan.

Gap 4 (komunikasi pasar) : tjd akibat adanya perbedaan ant pelayanan yang diberikan dgn komunikasi eksternal thdp konsumen.

Gap 5 (kualitas pelayanan) : tjd karena pelayanan yg diharapkan konsumen tidak sama dgn pelayanan yg senyatanya diterima/dirasakan oleh konsumen.

Penyebab terjadinya gap.
Gap 1:
1.        Kurang/tidak dimanfaatkannya riset pemasaran
2.        Top down komunikasi yang kurang efektif.
3.        Terlalu banyak tingkatan manajemen.
 Gap 2:
1.        Komitmen manajemen terhadap kualitas pelayanan yang lemah
2.        Persepsi ttg feasibilitas yg tidak tepat
3.        Standarisasi tugas yg tdk tepat
4.        Perumusan tujuan yg kurang tepat.
Gap 3:
1.        Ketidak jelasan peran
2.        ada konflik peran
3.        Karakteristik pekerja dgn pekerjaan yg tidak cocok
4.        Karakteristik pekerjaan dgn teknologi yang tidak cocok.
5.        Sistem pengawasan yang tdk tepat; kontrol yg lemah.
6.        Tim yg tidak kompak.
Gap 4:
1.        Kurangnya komunikasi horizontal
2.        Cenderung mengobral janji.

Gap 5: Akumulasi dari  empat  macam gap tsb.
Prinsip-prinsip Manajemen Pelayanan
Manajemen pelayanan yang prima ; providers harus:
ü  mengelola momen kritis pelayanan,
ü  berempati kepada konsumen dengan cara membuat lingkaran pelayanan,
ü  menghindari terjadinya 5 macam gap.

Prinsip lain: (Viljoen, 1977: 253-255)
ü  identifikasi kebutuhan konsumen yg sesungguhnya
ü  sediakan pelayanan terpadu  / one-stop-shop
ü  buat sistem yang mendukung pelayanan konsumen
ü  usahakan agar semua karyawan bertanggungjawab thdp kualitas pelayanan
ü  layani keluhan konsumen scr baik
ü  karyawan sama pentingnya dengan konsumen
ü  bersikap tegas tetapi ramah thdp konsumen
ü  jalin komunikasi dan interaksi khusus dgn pelanggan
ü  selalu mengontrol kualitas.



BUDAYA ORGANISASI:

Kesepakatan bersama tentang nilai yang dianut dalam kehidupan berorganisasi dan mengikat semua orang yang ada dalam organisasi tersebut.
KETENTUAN:
M Apa yang boleh / tidak boleh
M Batas-batas perilaku
M Sifat dan bentuk kontrol
M Gaya manajerial
M Cara formalisasi
M Teknik penyaluran emosi
M Wahana memelihara stabilitas sosial.

 

BUDAYA ORGANISASI Þ Orang dan Kinerja

                                             Orang Þ human relations

 

TIPE BUDAYA ORGANISASI (Collins & Mc Laughlin,1996):

1.       Apathetic Culture (AC)

2.       Caring Culture (CC)

3.       Exacting Culture (EC)

4.       Integrative Culture (IC)



Tinggi
 
 

                 Perhatian terhadap

                   Human Relations
 
Caring

Culture

Integrative Culture
Apathetic Culture
Exacting Culture


Perhatian terhadap Kinerja

 
Tinggi
 
  Rendah
 



 


BUDAYA ORGANISASI PUBLIK (Ind) Þ Bdy. Caring

Karakteristik Birokrat:
Q Mementingkan pimpinan
Q Lebih merasa sebagai abdi negara
Q Meminimalkan resiko
Q Menghindari tanggungjawab
Q Menolak tantangan
Q Tidak suka berkreasi dan berinovasi

CC tdk cocok dlm pemberian pelayanan yang berkualitas Þ harus diadopsi budaya organisasi baru yang lbh sesuai dan kondusif dgn manajemen pelayanan publik = kultur/budaya kinerja.



BUDAYA KINERJA:
Situasi kerja yang memungkinkan semua pegawai dpt melaksanakan pekerjaan dgn cara terbaik.

Þ Integrative Culture; & birokratnya harus mengadopsi 10 semangat  KWU (Osborne & Gaebler, 1993).




SEMANGAT KEWIRAUSAHAAN :
a.          Mengarahkan dp menyuruh
b.          Memberi wewenang kpd masyarakat
c.          Menyuntikkan persaingan dlm pemberian pelayanan
d.         Menciptakan organisasi yang digerakkan oleh misi dp oleh peraturan.

e.          Berorientasi pd output dp input

f.           Berorientasi pd klien dp birokrasi

g.          Berorientasi wirausaha
h.          Bersifat antisipatif
i.            Menciptakan desentralisasi
j.            Berorientasi pasar.

BUDAYA
KINERJA
 
                                                                                                                 







BUDAYA
PELAYANAN
 

 


INTEGRATIVE
CULTURE
 
                                                                                                                              








10 SEMANGAT
KWU
 
 



                                            


Kebijakan Pemerintah dlm Pengembangan Budaya Pelayanan:

1.     Kep. MENPAN No. 25/Kep/M.PAN/4/2002 tentang: PEDOMAN PENGEMBANGAN BUDAYA KERJA APARATUR NEGARA.
2.    Surat MENPAN No. 170/M.PAN/6/2002 tentang: PETUNJUK PELAKSANAAN PENGEMBANGAN BUDAYA KERJA APARATUR NEGARA.




NILAI-NILAI DASAR BUDAYA KERJA:
1.      Komitmen dan konsistensi
2.     Wewenang dan tanggungjawab
3.     Keikhlasan dan kejujuran
4.     Integritas dan profesionalisme
5.     Kreativitas dan kepekaan
6.     Kepemimpinan dan keteladanan
7.     Kebersamaan dan dinamika kelompok kerja
8.     Ketepatan dan kecepatan
9.     Rasionalitas dan kecerdasan emosi
10.  Keteguhan dan ketegasan
11.   Disiplin dan keteraturan kerja
12.  Keberanian dan kearifan
13.  Dedikasi dan loyalitas
14.  Semangat dan motivasi
15.  Ketekunan dan kesabaran
16.  Keadilan dan keterbukaan
17.  Penguasaan IPTEK.


Sumber            : Handout Mata kuliah Manajemen Pelayanan FISIP UNS Surakarta
                          ( Kelas Drs.Sudarto, dosen FISIP UNS )
                                               

No comments:

Post a Comment