MANAJEMEN PELAYANAN
Manajemen:
Seni dan ilmu POAC daripada SDM untuk mencapai
tujuan yang telah ditetapkan.
Pelayanan:
Suatu/serangkaian aktivitas yang bersft tidak kasat
mata (tdk dpt diraba) yg tjd sbg akibat adanya interaksi ant konsumen/pelanggan
dgn karyawan/ hal-hal lain yg disediakan oleh persh pemberi layanan yg
dimksdkan utk memecahkan masalah konsumen/pelanggan (Gronroos, 1990).
Manajemen Pelayanan:
Proses penerapan ilmu dan seni untuk menyusun
rencana, meng-implementasikan rencana, mengkoordinasikan dan menyelesaikan
aktivitas2 pelayanan demi tercapainya tujuan2 pelayanan.
PELAYANAN PUBLIK; PELAYANAN UMUM; PELAYANAN
PEMERINTAH; PELAYAYANAN PERIJINAN.
Konsepsi pelayanan adm pemerintahan dipergunakan
scr simultan/ dipakai sbg sinonim dr konsepsi pelayanan perijinan, pelayanan
umum, dan pelayanan publik (terjemahan dari public service).
Administrative Service = adm pemerintahan =/sinonim adm pelayanan perijinan.
Public Service = pelayanan umum/pelayanan publik.
Keputusan
MENPAN No.63/2003:
Pelayanan Umum:
Sgl btk pelayanan yg dilaksanakan oleh
instansi pemerintah (pusat/ daerah) dan di lingk BUMN/BUMD dlm btk barang
dan/jasa, baik dalam rangka upaya pemenuhan kebuth masy maupun dalam rangka
pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pelayanan Publik/PU: sgl btk jasa pelayanan,
baik dlm btk brg publik maupun jasa publik yg pd prinsipnya mjd tangg jwb dan
dilaks oleh instansi pem (pusat/daerah) dan di lingk BUMN/BUMD, dlm rangka upaya pemenuhan kebuth
masy maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pelayanan adm pemerintahan/pelayanan
perijinan: sgl btk jasa pelayanan yg pd prinsipnya mjd tangg jwb dan dilaks
oleh instansi pem (pusat/daerah) dan di lingk
BUMN/BUMD, dlm rangka upaya pemenuhan kebuth masy maupun dalam rangka
pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pemenuhan Kebuth Masy:
Exp:
Upaya kantor Pertanahan utk memberikan
jaminan kepastian hukum atas kepemilikan tanah dgn menerbitkan Sertifikat/Akta
Tanah.
Pelayanan transportasi, penyediaan listrik,
air bersih, dsb.
Pelaksanaan ketentuan peraturan
perundang-undangan:
Exp:
Setiap pengendara motor harus memiliki SIM →
diselenggarakan pelayanan pengadaan SIM; dsb.
KLASIFIKASI
BARANG DAN JASA
Howlett dan Ramesh (1995) membedakan brg/jasa
mjd 4 macam berdasar derajat eksklusivitasnya (apakah suatu brg/jasa hanya dpt
dinikmati scr ekslusiv oleh satu orang saja) dan derajat keterhabisan-nya
(apakah suatu brg/jasa habis terkonsumsi atau tidak setelah terjadi transaksi
ekonomi):
1.
Barang/jasa Privat:
Brg/jasa yg derajat
eksklusivitas dan derajat keterhabisannya sangat tinggi.
2.
Barang/jasa Publik:
Brg/jasa yg derajat
eksklusivitas dan derajat keterhabisannya sangat rendah.
3.
Peralatan
Publik (brg/jasa semi publik):
Brg/jasa yg derajat eksklusivitasnya
tinggi, tetapi tkt keterhabisan-nya rendah.
4.
Barang/jasa milik Bersama:
Brg/jasa yg derajat
eksklusivitasnya rendah, tetapi tkt keterhabisan-nya tinggi.
TAKSONOMI BARANG DAN JASA
Tingkat
|
Tingkat Eksklusivitas
|
|
Keterhabisan
|
Rendah
|
Tinggi
|
Tinggi
|
Barang/jasa milik Bersama
|
Barang/jasa Privat
|
Rendah
|
Barang/jasa Publik
|
Peralatan Publik
Barang/jasa semi Publik
|
PENYELENGGARAAN PELAYANAN
PUBLIK/PELAYANAN UMUM
Ø Pelayanan publik/pelayanan
umum oleh organisasi publik:
ü Yang bersifat primer
ü Yang bersifat sekunder
Ø Pelayanan publik/pelayanan
umum oleh organisasi privat
ü Pelayanan publik oleh
pemerintah dan bersifat primer: semua penyediaan barang/jasa yang
diselenggarakan oleh pemerintah yang di dalamnya pemerintah merupakan
satu-satunya penyelenggara, dan pengguna mau tidak mau harus memanfaatkannya
ü Pelayanan publik oleh
pemerintah dan bersifat primer: semua
penyediaan barang/jasa yang diselenggarakan oleh pemerintah, tetapi di dalamnya
pengguna tidak harus mempergunakannya karena adanya beberapa penyelenggara
pelayanan.
ü Pelayanan publik yang
diselenggarakan oleh privat: semua penyediaan barang/jasa publik yang
diselenggarakan oleh swasta.
Lima karakteristik pembeda jenis
penyelenggaraan pelayanan publik:
1.
Adaptabilitas
layanan: derajat perubahan layanan sesuai dengan tuntutan perubahan yang
diminta oleh pengguna.
2.
Posisi
tawar menawar pengguna: semakin tinggi posisi tawar menawar pengguna, semakin
tinggi pula peluang pengguna untuk meminta pelayanan yang lebih baik.
3.
Tipe
pasar: menggambarkan jumlah penyelenggara pelayanan yang ada, dan hubungannya
dengan pengguna.
4.
Locus
kontrol: siapa yang memegang kontrol atas transaksi, pengguna atau
penyelenggara pelayanan.
5.
Sifat
pelayanan: kepentingan pengguna atau penyelenggara pelayanan yang lebih
dominan.
KARAKTERISTIK PENYELENGGARAAN
PELAYANAN PUBLIK
|
Penyelenggara Pelayanan Publik
|
||
Karakteristik
|
|
Publik
|
|
|
Privat
|
Primer
|
Sekunder
|
Adaptabilitas
|
Sangat tinggi
|
Sangat rendah
|
Rendah
|
Posisi tawar klien
|
Sangat tinggi
|
Sangat rendah
|
Rendah
|
Bentuk/tipe pasar
|
Kompetisi
|
Monopoli
|
Oligopoli
|
Locus kontrol
|
Klien
|
Pemerintah
|
Provider
|
Sifat pelayanan
|
Dikendalikan
oleh Klien
|
Dikendalikan oleh pemerintah
|
Dikendalikan
oleh provider
|
URGENSI MANAJEMEN PELAYANAN
Tiga hal yang mengakibatkan Manj Pelayanan mjd
suatu kajian yang sangat penting utk dipelajari:
- Berlakunya UU No.22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah dan UU No.25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah; yang kemudian kedua UU tsb direvisi dgn UU No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan UU No.33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Dgn berlakunya UU tsb akan semakin banyak aktivitas yg hrs ditangani oleh Daerah, shg aparat di Daerah dituntut utk dpt memahami dan mempraktekkan ilmu Manajemen Pelayanan.
- Berlakunya UU No. 32 dan 33 Tahun 2004 tsb mengakibatkan interaksi antara aparat Daerah dan masyarakat menjadi lbh intens; hal ini juga ditambah dgn makin kuatnya tuntutan demokratisasi dan pengakuan akan HAM yg akan melahirkan kuatnya tuntutan terhadap manaj pelayanan yg berkualitas.
- Globalisasi dan era perdagangan bebas menyebabkan batas2 antar negara menjadi kabur dan kompetisi mjd sangat ketat. Hal ini menuntut kemampuan manj pelayanan yg sangat tinggi utk dpt tetap eksis dan mampu bersaing.
PRINSIP PELAYANAN PUBLIK
1.
Kesederhanaan : prosedurnya
tidak berbelit-belit, mudah dipahami dan dilaksanakan.
2.
Kejelasan: jelas dalam hal:
persyaratan teknis dan administratif; unit kerja/pejabat yang berwenang dan
bertanggungjawab dalam memberikan pelayanan dan penyelesaian keluhan/persoalan
dalam pelaksanaan pelayanan publik; serta rincian biaya dan tata cara
pembayarannya.
3.
Kepastian waktu: dapat
diselesaikan dalam kurun waktu yang telah ditentukan.
4.
Akurasi:
produknya diterima dengan benar, tepat dan sah.
5.
Keamanan:
proses dan produknya memberikan rasa aman dan kepastian hukum.
6.
Tanggungjawab:
penyelenggara bertanggungjawab atas penyelenggaraan pelayanan dan penyelesaian
persoalan yang timbul.
7.
Kelengkapan
sarana dan prasarana: tersedia sarana dan prasarana kerja, peralatan kerja dan
pendukung lainnya yang memadai termasuk penyediaan sarana teknologi
telekomunikasi dan informatika.
8.
Kemudahan
akses: tempat, lokasi dan sarana pelayanan yang memadai, mudah dijangkau dan
dapat memanfaatkan teknologi telekomunikasi dan informatika.
9.
Kedisiplinan,
kesopanan, dan keramahan: pemberi layanan harus bersikap disiplin, santun,
serta ikhlas.
10.
Kenyamanan:
lingkungan pelayanan harus tertib, teratur, nyaman, bersih, rapi, serta
dilengkapi dengan berbagai fasilitas pendukung pelayanan.
Standar
Pelayanan Publik
Setiap penyelenggaraan
pelayanan publik harus memiliki standar pelayanan dan dipublikasikan sebagai
jaminan adanya kepastian bagi penerima pelayanan; dan standar pelayanan
tersebut harus ditaati oleh pemberi atau penerima pelayanan.
Standar
Pelayanan:
1.
Prosedur
pelayanan: prosedur pelayanan yang dibakukan bagi pemberi/ penerima pelayanan
termasuk pengaduan.
2.
Waktu
penyelesaian: ditetapkan sejak saat pengajuan permohonan sampai dengan
penyelesaian termasuk pengaduan.
3.
Biaya
pelayanan: biaya/tarif pelayanan termasuk rinciannya yang ditetapkan dalam
proses pemberian pelayanan.
4.
Produk
pelayanan: hasil pelayanan yang akan diterima sesuai dengan ketentuan yang
telah ditetapkan.
5.
Sarana
dan prasarana: penyediaan sarana dan prasarana pelayanan yang memadai oleh
penyelenggara pelayanan.
6.
Kompetensi
petugas pemberi pelayanan: harus ditetapkan dengan tepat berdasarkan
pengetahuan, keahlian, ketrampilan, sikap dan perilaku yang dibutuhkan.
Pola
Penyelenggaraan Pelayanan Publik
Empat pola pelayanan:
1.
Fungsional:
diberikan oleh penyelenggara pelayanan sesuai dengan tugas, fungsi dan
kewenangannya.
2.
Terpusat:
diberikan secara tunggal oleh penyelenggara pelayanan berdasarkan pelimpahan
wewenang dari penyelenggara pelayanan terkait lainnya ybs.
3.
Terpadu:
(1) Terpadu satu atap:diselenggarakan dalam satu tempat yang meliputi berbagai
jenis pelayanan yang tidak mempunyai keterkaitan proses dan dilayani melalui
beberapa pintu. (2) Terpadu satu pintu: diselenggarakan dalam satu tempat yang
meliputi berbagai jenis pelayanan yang memiliki keterkaitan proses dan dilayani
melalui satu pintu.
4.
Gugus
tugas: petugas pelayanan publik secara perorangan atau dalam bentuk gugus tugas
ditempatkan pada instansi pemberi pelayanan dan lokasi pemberi pelayanan
tertentu.
Biaya
Pelayanan Publik
Penetapan besaran biaya
pelayanan perlu memperhatikan hal-hal
berikut:
1.
Tingkat
kemampuan dan daya beli masyarakat.
2.
Nilai/harga
yang berlaku atas barang dan / jasa.
3.
Rincian
biaya harus jelas untuk jenis pelayanan yang memerlukan tindakan seperti
penelitian, pemeriksaan, pengukuran dan pengajuan.
4.
Ditetapkan
oleh pejabat yang berwenang dan memperhatikan prosedur sesuai ketentuan
peraturan per UUan.
FAKTOR
MANAJERIAL PENENTU KUALITAS PELAYANAN
1.
Kuatnya
posisi tawar menawar pengguna jasa pelayanan
2.
Berfungsinya
mekanisme voice
3.
Birokrat
yang berorientasi pada kepentingan masyarakat, khususnya pengguna jasa.
4.
Terbangunnya
kultur pelayanan dalam organisasi pemerintah yang bertugas memberikan
pelayanan.
5.
Diterapkannya
sistem pelayanan yang mengutamakan kepentingan masyarakat pengguna jasa
pelayanan.
Kuatnya
posisi tawar menawar pengguna jasa pelayanan
Pelayanan publik yang
berkualitas mensyaratkan adanya kesetaraan hubungan /kesetaraan posisi tawar menawar antara pemberi dan
penerima pelayanan. Penguatan posisi tawar menawar pengguna jasa pelayanan
antara lain dapat dilakukan dengan memberitahukan dan mensosialisasikan hak-hak
dan kewajiban pemberi maupun pengguna jasa pelayanan (konsep citizen’s
charter).
Berfungsinya
mekanisme voice
Pengguna pelayanan harus
diberi kesempatan untuk mengekspresikan ketidakpuasan-nya atas pelayanan yang
diterima.
Birokrat
yang berorientasi pada kepentingan masyarakat, khususnya pengguna jasa.
Faktor utama dalam manajemen
pelayanan publik adalah SDM atau birokrat yang bertugas memberi pelayanan.
Untuk itu peningkatan kualitas SDM mutlak diperlukan; sehingga kepentingan
pengguna jasa pelayanan mendapatkan perhatian secara proporsional (birokrat
lebih mengutamakan kepentingan masyarakat pengguna jasa pelayanan ketimbang
kepentingan dirinya sendiri).
Terbangunnya
kultur pelayanan dalam organisasi pemerintah yang bertugas memberikan
pelayanan.
Hal lain yang sangat krusial
dalam peningkatan kualitas pelayanan publik adalah berkembangnya kultur
pelayanan dalam diri birokrat. Sehebat apapun kualitas SDM yang ada, kalau
tidak memiliki kultur pelayanan, kehebatannya itu justru seringkali akan
dipakai untuk membodohi masyarakat pengguna jasa.
Diterapkannya
sistem pelayanan yang mengutamakan kepentingan masyarakat pengguna jasa
pelayanan.
Faktor lain yang juga sangat
penting dalam manajemen pelayanan publik adalah beroperasinya sistem pelayanan
yang berorientasi pada kepentingan masyarakat. Pelayanan dapat menjadi sangat
tidak berkualitas apabila sistem yang diterapkan tidak memihak pada
kepentingan pengguna jasa.
MODEL
MANAJEMEN PELAYANAN
Interaksi antara 5 faktor
tersebut akan membentuk model manajemen pelayanan sebagai berikut:

Mekanisme Voice
Media LSM Organisasi Profesi Ombudsmen

|



|


|
|
Mekanisme
Voice
Media LSM Organisasi Profesi Ombudsmen
Manajemen pelayanan yang baik
(berkualitas) hanya akan terwujud apabila penguatan posisi tawar pengguna jasa
pelayanan mendapatkan prioritas yang utama. Dengan demikian, pengguna jasa
pelayanan diletakkan di pusat (sentral) yang memperoleh dukungan dari: sistem
pelayanan yang mengutamakan kepentingan publik, khususnya pengguna jasa; kultur
pelayanan dalam organisasi penyelenggara pelayanan; dan SDM yang berorientasi
pada kepentingan pengguna jasa . Penguatan posisi tawar yang dimaksudkan untuk
menyeimbangkan hubungan antara penyelenggara dan pengguna jasa pelayanan ini
juga diimbangi dengan berfungsinya mekanisme voice yang dalam hal ini dapat
diperankan oleh media massa, LSM, organisasi profesi, serta ombudsmen atau
lembaga banding.
TEORI
MANAJEMEN PELAYANAN
1. Momen Kritis Pelayanan /
Moment of Truth (Albrecht &
Bradford ,1990).
Ia mendefinisikannya sebagai kontak yang terjadi antara konsumen dengan
setiap aspek organisasi yang akan membentuk opini konsumen tentang kualitas
pelayanan yang diberikan oleh organisasi tersebut. Untuk menciptakan pelayanan
yang berkualitas, setiap organisasi harus mengidentifikasikan dan mengelola
momen kritis pelayanan tersebut secara baik. Dengan kata lain, harus ada
kesesuaian/kompatibilitas antara 3 faktor dalam pengelolaan momen kritis
pelayanan; yaitu:
a.
konteks pelayanan (service context)
b. referensi yang dimiliki konsumen (customer’s frame of reference)
c. referensi yang dimiliki anggota organisasi penyelenggara pelayanan (employee’s
frame of reference).
THE
MOMENT of TRUTH MODEL

|
|||||||||||
|
|||||||||||
|
|||||||||||
|
|
||||||||||
|
|||||||||||
Sumber: Albrecht & Bradford ,1990: 37.
2. Lingkaran Pelayanan / The
Cycles of Service (Albrecht &
Bradford ,1990).
Untuk
dapat memberikan pelayanan yang prima, pandangan produsen dan konsumen harus
sama. Hal ini sulit diwujudkan karena biasanya organisasi penyelenggara sudah
merumuskan sistem dan prosedur pelayanan. Untuk mengatasi hal tersebut,
Albrecht & Bradford, merumuskan konsep lingkaran pelayanan yang berarti
serangkaian momen kritis pelayanan yang dialami oleh konsumen ketika ia
memanfaatkan jasa layanan tersebut.
LINGKARAN
PELAYANAN DI PLAZA
AKHIIR
LINGKARAN AWAL LINGKARAN

Dari
model tersebut terlihat bahwa, bagi konsumen hampir setiap detik adalah momen
kritis pelayanan yang mungkin tidak disadari oleh penyelenggara pelayanan dan
orang-orang yang ada di dalamnya. Konsep lingkaran pelayanan ini dapat
digunakan untuk mengidentifikasi momen-momen kritis pelayanan yang harus
dikelola secara profesional.
3.
Teori Exit & Voice (Albert Hirschman)
Menurut
teori ini, kinerja pelayanan publik dapat ditingkatkan apabila ada
mekanisme exit dan voice. Mekanisme
exit mengandung arti bahwa jika pelayanan publik tidak berkualitas, maka
konsumen/klien harus memiliki kesempatan untuk memilih lembaga penyelenggara
pelayanan publik lain yang disukainya. Mekanisme voice berarti ada kesempatan
untuk mengungkapkan ketidakpuasan kepada lembaga penyelenggara pelayanan publik
Penghambat mekanisme
exit:
ü kekuatan pemaksa
dari negara
ü
tidak tersedianya lembaga
penyelenggara pelayanan publik alternatif
ü
tidak tersedianya biaya
untuk menciptakan lembaga penyelenggara pelayanan publik alternatif
Penghambat
mekanisme voice:
ü
pengetahuan dan kepercayaan
terhadap mekanisme yang ada
ü
aksesbilitas dan biaya untuk
mempergunakan mekanisme tersebut.
Dengan
demikian untuk meningkatkan pelayanan publik diperlukan adanya kesetaraan
posisi tawar antara klien dengan lembaga penyelenggara layanan. Kesetaraan posisi
tawar dapat dicapai dengan:
ü Memberdayakan
klien
ü Mengontrol
kewenangan/kekuasaan lembaga penyelenggara pelayanan.
Keseimbangan posisi tawar
antara klien dengan lembaga penyelenggara pelayanan dapat dicapai dengan
menerapkan konsep-konsep (salah satu atau beberapa konsep yang sesuai dengan
karakteristik pelayanan umum yang diselenggarakan) sebagai berikut:
a.
Customer’s charter:
b.
Customer service standard
c.
Customer redress
d.
Quality guarantees
e.
Quality inspectors
f.
Customer complaint systems
g.
Ombudsmen
h.
Competitive public choice systems
i.
Vouchers and reimbursement programs
j.
Customer information systems and brokers
k.
Competitive bidding
l.
Competitive benchmarking
m.
Privatization
n.
Sistem penggajian berdasarkan prestasi
o.
Sistem kerja berdasarkan kontrak
p.
Sistem Evaluasi kerja tiga ratus enam puluh
derajat (3600).
4.
Model Segitiga
Pelayanan (The Service Triangle)
Organisasi-organisasi
yang bergerak di bidang pelayanan yang sangat berhasil memiliki tiga kesamaan,
yaitu:
ü
strategi pelayanan yang
tersusun secara baik
ü
orang di lini depan
berorientasi pada pelanggan
ü sistem pelayanan
yang ramah.
Setiap organiisasi
penyelenggara pelayanan harus mengelola tiga faktor tersebut untuk mewujudkan
kepuasan pelanggan. Interaksi ketiga faktor tersebut dengan pelanggan akan
menentukan keberhasilan manajemen dan kinerja pelayanan organisasi.

Strategi




Pelanggan
![]() |


SISTEM SDM

5.
Model Gap
(Zeithaml, Parasuraman & Berry, 1990).
Ketiga pakar ini
mengemukakan bahwa manajemen pelayanan yang baiktidak dapat terwujud karena
adanya 5 (lima) gap, yaitu
a.
Gap 1 (gap persepsi manajemen)
b.
Gap 2 (gap persepsi kualitas)
c.
Gap 3 (gap penyelenggaraan pelayanan)
d.
Gap 4 (gap komunikasi pasar)
e.
Gap 5 (gap kualitas pelayanan)
The
Conceptual Model of Service Quality
Customers
![]() |
Gap 5
|
|||
![]() |
Gap 4
|
|
![]() |


Gap 3
![]() |
Gap 2
|
Gap 1 (gap persepsi manajemen): terjadi apabila terdapat perbedaan
antara konsumen dengan persepsi
manajemen mengenai harapan-harapan konsumen. Exp: harapan konsumen mendapatkan
pelayanan prima (harga tidak mjd soal); sebaliknya manajemen mempunyai persepsi
bahwa konsumen mengharapkan harga yg murah meskipun kualitasnya agak rendah.
Gap 2 (persepsi kualitas) : tjd apbi terdpt perbedaan antara persepsi
manajemen ttg harapan2 konsumen dgn spesifikasi kualitas pelayanan yang
dirumuskan.
Gap 3 (penyelenggaraan pelayanan) : tjd jika pelayanan yang diberikan berbeda
dgn spesifikasi yang telah dirumuskan.
Gap 4 (komunikasi pasar) : tjd akibat adanya perbedaan ant pelayanan yang
diberikan dgn komunikasi eksternal thdp konsumen.
Gap 5 (kualitas pelayanan) : tjd karena pelayanan yg diharapkan konsumen
tidak sama dgn pelayanan yg senyatanya diterima/dirasakan oleh konsumen.
Penyebab terjadinya gap.
Gap 1:
1.
Kurang/tidak dimanfaatkannya riset pemasaran
2.
Top down komunikasi yang kurang
efektif.
3.
Terlalu banyak tingkatan manajemen.
Gap 2:
1.
Komitmen manajemen terhadap kualitas pelayanan
yang lemah
2.
Persepsi ttg feasibilitas yg tidak tepat
3.
Standarisasi tugas yg tdk tepat
4.
Perumusan tujuan yg kurang tepat.
Gap 3:
1.
Ketidak jelasan peran
2.
ada konflik peran
3.
Karakteristik pekerja dgn
pekerjaan yg tidak cocok
4.
Karakteristik pekerjaan dgn
teknologi yang tidak cocok.
5.
Sistem pengawasan yang tdk
tepat; kontrol yg lemah.
6.
Tim yg tidak kompak.
Gap 4:
1.
Kurangnya komunikasi horizontal
2.
Cenderung mengobral janji.
Gap 5: Akumulasi
dari empat macam gap tsb.
Prinsip-prinsip Manajemen
Pelayanan
Manajemen
pelayanan yang prima ; providers harus:
ü mengelola momen kritis pelayanan,
ü
berempati kepada konsumen dengan cara membuat lingkaran pelayanan,
ü menghindari terjadinya 5 macam gap.
Prinsip
lain: (Viljoen, 1977: 253-255)
ü identifikasi kebutuhan konsumen yg sesungguhnya
ü
sediakan pelayanan terpadu /
one-stop-shop
ü
buat sistem yang mendukung pelayanan konsumen
ü
usahakan agar semua karyawan bertanggungjawab thdp kualitas pelayanan
ü layani keluhan konsumen scr baik
ü karyawan sama pentingnya dengan konsumen
ü
bersikap tegas tetapi ramah thdp konsumen
ü jalin komunikasi dan interaksi khusus dgn pelanggan
ü selalu mengontrol kualitas.
BUDAYA ORGANISASI:
Kesepakatan bersama tentang
nilai yang dianut dalam kehidupan berorganisasi dan mengikat semua orang yang
ada dalam organisasi tersebut.
KETENTUAN:
M Apa yang boleh / tidak boleh
M Batas-batas perilaku
M Sifat dan bentuk kontrol
M Gaya manajerial
M Cara formalisasi
M Teknik penyaluran emosi
M Wahana memelihara stabilitas sosial.
BUDAYA ORGANISASI Þ Orang dan Kinerja
Orang Þ human relations
TIPE BUDAYA ORGANISASI (Collins & Mc Laughlin,1996):
1. Apathetic Culture (AC)
2. Caring Culture (CC)
3. Exacting Culture (EC)
4. Integrative Culture (IC)
|
|
Culture |
Integrative Culture
|
|
Apathetic Culture
|
Exacting Culture
|
|
|
|
BUDAYA ORGANISASI PUBLIK (Ind) Þ Bdy. Caring
Karakteristik Birokrat:
Q
Mementingkan pimpinan
Q
Lebih merasa sebagai abdi negara
Q
Meminimalkan resiko
Q
Menghindari tanggungjawab
Q
Menolak tantangan
Q
Tidak suka berkreasi dan berinovasi
CC tdk cocok dlm pemberian pelayanan yang berkualitas Þ harus diadopsi budaya organisasi baru yang lbh sesuai dan kondusif dgn manajemen pelayanan publik = kultur/budaya kinerja.
BUDAYA KINERJA:
Situasi kerja
yang memungkinkan semua pegawai dpt melaksanakan pekerjaan dgn cara terbaik.
Þ
Integrative Culture; & birokratnya harus mengadopsi 10 semangat KWU (Osborne & Gaebler, 1993).
SEMANGAT KEWIRAUSAHAAN :
a.
Mengarahkan dp menyuruh
b.
Memberi wewenang kpd masyarakat
c.
Menyuntikkan persaingan dlm pemberian
pelayanan
d.
Menciptakan organisasi yang digerakkan
oleh misi dp oleh peraturan.
e. Berorientasi pd output dp input
f. Berorientasi pd klien dp birokrasi
g.
Berorientasi wirausaha
h.
Bersifat antisipatif
i.
Menciptakan desentralisasi
j.
Berorientasi pasar.
|
![]() |
|||
|
|||
|
![]() |
|||
|

Kebijakan Pemerintah dlm Pengembangan
Budaya Pelayanan:
1. Kep.
MENPAN No. 25/Kep/M.PAN/4/2002 tentang: PEDOMAN PENGEMBANGAN BUDAYA KERJA
APARATUR NEGARA.
2. Surat
MENPAN No. 170/M.PAN/6/2002 tentang: PETUNJUK PELAKSANAAN PENGEMBANGAN BUDAYA
KERJA APARATUR NEGARA.
NILAI-NILAI
DASAR BUDAYA KERJA:
1. Komitmen
dan konsistensi
2. Wewenang
dan tanggungjawab
3. Keikhlasan
dan kejujuran
4. Integritas
dan profesionalisme
5. Kreativitas
dan kepekaan
6. Kepemimpinan
dan keteladanan
7. Kebersamaan
dan dinamika kelompok kerja
8. Ketepatan
dan kecepatan
9. Rasionalitas
dan kecerdasan emosi
10. Keteguhan
dan ketegasan
11. Disiplin
dan keteraturan kerja
12. Keberanian
dan kearifan
13. Dedikasi
dan loyalitas
14. Semangat
dan motivasi
15. Ketekunan
dan kesabaran
16. Keadilan
dan keterbukaan
17. Penguasaan
IPTEK.
Sumber :
Handout Mata kuliah Manajemen Pelayanan FISIP UNS Surakarta
( Kelas Drs.Sudarto, dosen FISIP UNS )
No comments:
Post a Comment